Monday, December 19, 2016

Natal dirayakan juga oleh Muslim di Timteng!

Natal sebetulnya telah menjadi suatu acara perayaan kultural yang mengglobal. Tidak lagi terbatas di gereja-gereja dan keluarga-keluarga Kristen. Juga tidak terbatas dan meriah hanya di Barat. Hanya dengan menjadi bagian dari kebudayaan dunia, menjadi agama dunia, bukan agama suku/keluarga/klan (yang dinamakan henoteisme), suatu agama berpeluang besar bertahan hidup sangat lama.

Para Muslim di Timteng juga merayakan Natal sebagai suatu acara kegembiraan, kemeriahan dan kesukaan sambil berkumpul sebagai keluarga-keluarga Muslim. Di pusat kota-kota mereka dibangun pohon-pohon Natal yang besar dan diadakan juga acara-acara yang meriah, dengan lampu-lampu yang gemerlapan berkilauan di jalan-jalan dan di toko-toko, di mal-mal, di alun-alun, dan juga lengkap dengan kehadiran sinterklas dll.

Mereka percaya diri, tidak paranoid, dan tidak merasa atau melihat agama Islam mereka sedang diserang atau terancam. Mereka melihat Natal sebagai suatu perayaan kultural yang inklusif, yang ke dalamnya mereka masuk dengan ikhlas dan riang. Mereka juga tidak melihat keperluan atau jebakan untuk murtad. No apostasy at all! Hanya dengan mindset semacam ini, orang baru dapat beragama dengan relaks dan gembira, dan memberi kegembiraan dan kelegaan bagi dunia luas, bagi masyarakat, keluarga dan diri sendiri. Pasti ada yang keliru jika agama saya menimbulkan rasa sesak dan engap pada orang yang menganut kepercayaan-kepercayaan berbeda.

Ikuti salah satu video yang menayangkan para Muslim Timteng merayakan Natal; ini link-nya https://m.youtube.com/watch?v=6Mwv8i4OmAU.

Berikut ini foto-foto yang saya ambil dari video di youtube tersebut. Ada 8 foto yang saya ambil.

















HAVE A VERY MEELAD MAJEED!
Selamat hari Natal. Selamat bergembira. Selamat bermandikan cahaya.

Bagaimana kondisinya di Indonesia? Mustinya kita lebih maju dari negeri-negeri Muslim di Timteng. Mustinya loh.

Jakarta, 19 Desember 2016
ioanes rakhmat

Friday, December 16, 2016

De-Extinction: Menghidupkan kembali yang sudah punah!


Mammoth dan Tyrannosaurus rex (T-Rex)

Tahukah teman-teman bahwa sekarang ini kita kehilangan 30 sampai 150 spesies SETIAP HARI dari semua spesies hewan yang diketahui hidup di planet Bumi?

Kepunahan ini 1.000 kali lebih tinggi jika dibandingkan yang terjadi sebelum Homo sapiens, manusia cerdas, mengatur Bumi dan kehidupan.

Sejak era prasejarah, kitalah, manusia, biang keladi utama kepunahan besar hewan-hewan nonmanusia lewat: perusakan habitat; perubahan iklim akibat perbuatan manusia; polusi; perburuan liar; dll.

Kepunahan hewan-hewan ini oleh para ilmuwan dinamakan Mass Extinction, atau Kepunahan Massal. Manusia jadinya memikul tanggungjawab moral untuk mencegah atau mengatasi kepunahan ini, bukan hanya demi hewan-hewan lain, tapi juga untuk masa depan yang lebih sehat dan lebih berdayatahan umat manusia sendiri. 

Untuk mengatasi Kepunahan Massal ini, para ilmuwan menyusun dan menjalankan metode atau teknik pelanggengan spesies yang sudah punah atau yang terancam segera punah, yang dinamakan metode DE-EXTINCTION, atau metode pencegahan kepunahan. Metode ini bertujuan untuk menghidupkan kembali spesies hewan-hewan yang telah punah atau membuat klon-klon hewan-hewan yang segera punah.

Metode DE-EXTINCTION melibatkan beberapa cabang sains-tek bersamaan, yakni teknik reproduksi yang dibantu, biologi stem cell, dan pengeditan gen (yang dikenal dengan nama DNA-editing CRISPR Cas9 yang semakin maju dan bervariasi). Dengan metode ini, bukan saja spesies-spesies lama yang sudah punah dapat dihadirkan lagi, tapi juga kita dapat mempertahankan dan melestarikan spesies-spesies yang sudah sangat langka dan terancam segera punah dari planet kita. 

Kalau sudah berhasil dihidupkan lagi, hewan-hewan yang pernah punah itu akan ditempatkan di lingkungan habitat masing-masing di era modern dan di sana mereka akan berinteraksi positif dengan lingkungan alam mereka; alhasil ekosistem-ekosistem yang juga terhubung dengan kehidupan sehat Homo sapiens akan dapat dipulihkan jika sebelumnya sakit, rusak atau sudah sekarat. 

Anda pasti bertanya, metode DE-EXTINCTION sudah diterapkan sejauh mana saat ini? 

Hingga saat ini DE-EXTINCTION yang sedang menarik perhatian tengah diupayakan terhadap hewan mirip gajah tapi bertubuh besar, berbulu lebat dan panjang, dan memiliki dua taring yang panjang dan melengkung ke atas. Nama hewan besar dan kuat ini mammoth atau mamut yang pernah hidup di Zaman Es atau Pleistocene Era yang mulai berlangsung 1,8 juta tahun lalu hingga kurang lebih 11.700 tahun lalu. Di era ini bagian besar muka Bumi tertutup lapisan sungai es atau gletser. 

Selain itu, metode DE-EXTINCTION sejauh ini juga sudah dan sedang digunakan terhadap: 

• badak putih raksasa di Afrika yang kini cuma tersisa 3 ekor;
• sejenis musang berkaki hitam di Amerika Utara yang sedang terancam punah karena penyakit dan ketidakmampuan untuk berkembangbiak;
• kodok yang mengerami telur-telur di dalam perut mereka. Kodok ini memiliki mekanisme biologis untuk menghentikan produksi enzim-enzim perut yang bisa melumatkan telur-telur yang akan menetas dan anak-anak mereka yang baru jadi. Para ilmuwan medik kini sedang mempelajari mekanisme penghentian produksi enzim pada kodok ini untuk kelak digunakan bagi penyembuhan radang dan borok dalam organ-organ perut manusia;
• kambing gunung bukardo yang pernah hidup di kawasan pegunungan Pyrenia yang memisahkan Prancis dan Spanyol. Satu ekor terakhir bukardo, betina, yang diberi nama Celia, mati karena penyebab alamiah. Sewaktu masih hidup para ilmuwan sempat mengambil sel-sel Celia, yang kemudian diklon; lahirlah anaknya yang berwarna coklat. Sayangnya, anak kambing gunung terakhir ini mati beberapa menit setelah dilahirkan akibat problem pernafasan;
• guagga, yakni seekor hewan yang hidup di Afrika, mirip zebra yang ganjil. Strip pada bagian punggungnya jarang;
• aurokh, spesies pendahulu sapi modern, dengan tanduk yang besar;

Mungkin teman-teman sudah berpikir bahwa lewat teknik DE-EXTINCTION era Jurassic akan bisa dikembalikan ke zaman modern kini. Film fiksi buah tangan Steven Spielberg Jurassic Park atau Jurassic World segera akan menjadi fakta yang real di abad ke-21 ini. Apa reaksi anda? Galau? Gamang? Takut? Atau malah antusias?

Sayangnya, sejauh ini para ilmuwan baru bisa menerapkan metode DE-EXTINCTION hanya ke DNA yang umur maksimalnya 1 juta tahun, sebab setelah lewat 1 juta tahun DNA-DNA hewan-hewan purba hancur dengan sendirinya. Kita tahu dinosaurus punah 66 juta tahun lalu karena bencana alam yang merusak semua ekosistem di Bumi akibat sebuah meteor besar seukuran kota Manhattan menumbuk muka Bumi di Semenanjung Yukatan yang kini dikenal sebagai Meksiko. 

Tapi di masa depan para ilmuwan tentu akan mampu merekonstruksi DNA-DNA purba yang sudah hancur dan rusak. Hewan-hewan purba yang keras dan berbahaya pun yang sudah punah kelak akan bermain-main bersama anak-anak manusia di generasi-generasi yang akan datang.

Orang-orang besar dengan prestasi-prestasi cemerlang bagi peradaban manusia, yang sudah mati, juga dapat dihadirkan lagi di hadapan anda sekarang hidup-hidup untuk mereka melanjutkan tugas-tugas agung mereka. Bukankah luar biasa hebat jika Albert Einstein atau Plato hadir lagi atau dilahirkan kembali seutuhnya tahun 2017 atau sepuluh tahun lagi?

Nah, apakah semua ini “a good news” ataukah “a bad news”? Jawablah sendiri IN THE SILENT.


Sumber http://www.nbcnews.com/mach/innovation/why-extinction-doesn-t-have-be-forever-anymore-n696106

Jakarta, 16 Desember 2016
ioanes rakhmat

Friday, December 9, 2016

Meteor jatuh dan meledak...

Sebuah meteor yang tidak terlalu besar (berdiameter sekitar 10-15 m) telah jatuh dan meledak terang-benderang di atmosfir di atas kota Sayonogorsk, Republik Khakassia, Siberia, Rusia, Selasa sore, pukul 18:32, 06 Desember 2016. Karena ledakan berkilau meteor ini, kegelapan berubah sekejap menjadi terang seperti di siang hari. Banyak penduduk yang ketakutan, karena mereka mengira sebuah bom telah dijatuhkan ke kota mereka. Sumber berita tentang meteor Sayanogorsk tersedia antara lain di http://www.sciencealert.com/watch-a-stunning-fireball-just-lit-up-the-sky-in-siberia.


Meteor Sayonogorsk ini beberapa kali lebih kecil dibandingkan meteor yang pernah jatuh dan meledak di udara di atas kota Chelyabinsk, Rusia, 20 km dari permukaan Bumi, tahun 2013. Ledakan meteor Chelyabinsk ini menimbulkan gelombang kejut yang energinya berkekuatan 30 kali (= 500 kiloton) kekuatan bom atom yang pernah dijatuhkan di kota Hiroshima pada PD II dulu. Gelombang kejut yang kuat ini, di tahun 2013, merusak ribuan bangunan dan melukai kurang lebih 1.500 orang lewat pecahan kaca dan cahaya sangat terang yang dipancarkan meteor Chelyabinsk ini.

Tiga tahun sesudah meteor Chelyabinsk menerjang Bumi yang disertai ledakan, para ilmuwan masih belum bisa memastikan asal-usul meteor ini. Baca laporannya di http://earthsky.org/space/chelyabinsk-meteor-mystery-3-years-later.


Berita tentang meteor Sayonogorsk ini saya telah pasang sebelumnya di tiga akun Facebook saya. Dari berbagai respons teman-teman di akun kedua FB saya, ada respons yang meminta saya untuk menjelaskan apakah betul sebuah meteor bisa meledak di angkasa, sebab yang diketahuinya selama ini adalah bahwa sebuah meteor hanya akan terbakar, lalu berantakan, dan pecahan-pecahannya akan jatuh ke Bumi.

Meteor Chelyabinsk tahun 2013. Hingga kini masih diselimuti kabut misteri....

Saya sudah tanggapi permintaannya itu. Bahwa sebuah meteor bisa meledak kencang di angkasa adalah fakta, dan sudah terjadi lebih dari satu kali. Yang terkenal adalah apa yang dinamakan Peristiwa Tunguska di tahun 1908, ketika sebuah meteor meledak beberapa km di atas permukaan Bumi dengan melepaskan energi antara 5 hingga 30 Megaton TNT (sebanding dengan energi sebuah bom hidrogen). Energi meteor Tunguska ini merobohkan sangat banyak pohon di kawasan-kawasan dengan radius berkilo-kilo meter dari titik ledakan, tanpa meninggalkan lubang besar atau kawah di muka Bumi.

Berikut ini penjelasan yang saya sudah saya berikan kepada teman yang bertanya itu. Simaklah dengan baik.

Itu sebuah pertanyaan bagus yang membuat saya sadar atau engeh bahwa peristiwa fisika MELEDAKNYA sebuah meteor yang cukup besar di saat masuk ke Bumi dengan menabrak lapisan atmosfir, masih banyak yang belum tahu atau belum memahami atau tidak meyakini.

Saya memikirkan dan mencari sebuah analogi yang sederhana yang mendekati kejadian sebuah meteor menerjang Bumi, begini: lemparkanlah sebuah balon cukup besar yang berisi air cukup banyak dan juga udara ke sebuah dinding, dengan tenaga lemparan (energi kinetik) yang sangat kuat dan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hasilnya: balon itu akan hancur dengan air berhamburan ke mana-mana dan membuat suara ledakan layaknya sebuah balon meledak.

Kekurangan analogi di atas, dinding atau tembok tidak menimbulkan energi panas yang besar, lain halnya dengan lapisan atmosfir.

Sekarang saya berikan penjelasan yang teknis. Sebuah meteor meledak di udara karena kombinasi dan akumulasi berurutan peristiwa-peristiwa fisika dan mekanika berikut:

Pertama, kecepatan melesat sebuah meteor itu tinggi (11.000 m per detik hingga 72.000 m per detik). Ini menghasilkan energi kinetik. Ingat, kecepatan itu juga sebuah bentuk atau wujud energi, persisnya energi gerakan. Kecepatan meteor mencakup kisaran yang luas karena, ingatlah, bahwa planet Bumi kita juga bergerak mengorbit bintang Matahari dengan kecepatan 30.000 m per detik. Jika datang di pagi hari ke Bumi, sebuah meteor bergerak lebih cepat dibandingkan jika datang pada sore atau malam hari.

Kedua, friksi atau gesekan yang kuat terjadi saat sebuah meteor dengan kecepatan tinggi menembus lapisan atmosfir. Ketika friksi terjadi, energi kecepatan terkompresi sangat kuat. Akibatnya, suhu meteor meningkat atau memanas (seperti yang terjadi pada bagian bawah tabung pompa sepeda jika udara terkompresi terus-menerus dalam bagian ini ketika kita sedang memompa sebuah ban sepeda), dan energi kinetik berubah (tidak lenyap) menjadi energi panas dan energi tumbukan (Momentum: massa dikali velositi atau kecepatan).

Ketiga, umumnya di dalam sebuah meteor (bukan sebuah meteorit) yang cukup besar atau yang sangat besar terdapat kandungan air atau kandungan CO2 padat beku yang akan mendidih saat meteor ini menabrak atmosfir. Mendidih berarti menyimpan energi panas yang besar.

Keempat, kombinasi tiga faktor di atas pada akhirnya bermuara sebagai sebuah ledakan yang mengubah energi kinetik, energi momentum, dan energi suhu didih kandungan sebuah meteor, menjadi energi gelombang kejut yang tersebar dengan mengeluarkan suara ledakan.

Pada prinsipnya, sebuah meteor meledak karena satu hukum fisika saja: kekekalan energi atau the law of the conservation of energy.  

Ada juga seorang teman lain di akun pertama FB saya yang berharap bahwa di Indonesia sebuah meteor cukup besar jatuh dengan menimbulkan ledakan dan cahaya kemilau, supaya penduduk Indonesia tidak meributkan hal-hal yang hanya dicari-cari seperti sedang terjadi saat ini, tetapi tekun mempelajari hal-hal yang terkait dengan angkasa luar dan benda-benda langit. Kepadanya saya memberi respons.

Begini: Ya saya juga menunggu sebuah meteor raksasa meluncur dengan kecepatan tinggi ke Laut Jawa. Akibatnya, mungkin bangsa ini jadi bersatu dalam menghadapi tsunami dahsyat yang akan menenggelamkan Nusantara, ketimbang kita terus-terusan tenggelam dalam soal yang gak membuat kita maju. Tapi.... jangan deh meteor yang saya tunggu itu datang menerjang kita. Sebab jika itu terjadi, seperti telah terjadi 66 juta tahun lalu yang membuat berbagai jenis dinosaurus punah, ya mamalia cerdas yang diberi nama Homo sapiens akan punah dan musnah. Gak akan ributin agama-agama lagi.

Jakarta, 09 Desember 2016
ioanes rakhmat


Saturday, October 15, 2016

Entah Sampai Kapan?


Hidup dikayuh terus
Maju ke masa depan
Tanpa pinggiran dan tepian
Terus, terus, tak putus

Entah hingga kapan
Yang penting laju lurus
Miliki daya tahan
Tahu tugas Sang Pengutus

Terus ulurkan tangan
Dengar seruan jeritan
Orang terhanyut di arus depan
Lajukan perahu ke depan

Tarik mereka ke atas
Dari pecahan papan
Beri mereka nafas
Agar hidup bertahan
Tak mati lemas melas

Jika satu terselamatkan
Girang sang Dewa Welas
Air mata tak tertahan
Menetes berderai ke gelas

Di langit sang rembulan
Tertawa riang bebas
Bergemulai rerumputan
Menari-nari selaras
Bersama gerak rembulan

Naiklah ke atas pentas
Rayakan terus rayakan
Kayuh, dayung hingga tuntas
Tak terhenti di tanjakan

Terbang bersama unggas
Terbang terbang terus
Hingga titik terdepan
Entah sampai kapan?

Menantikah Sang Abadi di depan?
Jawaban dari awan-gemawan
Tak pernah tiba di pangkuan
Terus, teruslah naik lewati awan!

Walau yang dijumpa di depan
Hanya kekosongan!
Sambut dia dengan belaian
Gendong dalam buaian!

Gendong, gendong, gendong....!
Jangan melongo bengong!
Tangkap bunyi lolong
Dari jagat yang kosong!

Jakarta, 15 Okt 2016
Sang Sunyi

Sumber image:
https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/564x/30/ee/70/30ee70ee47ff3a91e760d618fc285061.jpg

Tuesday, October 11, 2016

Pakar, Koar, Kelakar, dan Belukar


1. Logical fallacy “argument from authority”: Mendasarkan kebenaran pada ketenaran atau kesohoran sosok manusia dalam suatu bidang. Ini cacat logika. Ada dua jenis: “Argumentum ad verecundiam” dan “argumentum ad auctoritatem”.

2. Cacat logika, karena kebenaran tidak ditentukan sosok manusia, pakar (“ad auctoritatem”) maupun bukan pakar (“ad verecundiam”).

3. Cacat logika, karena kebenaran bergantung pada bukti dan argumen valid yang dibangun di atas bukti, bukan pada sosok manusia.

4. Cacat logika, karena setenar apapun satu sosok manusia, pendapatnya hanya benar sejauh didukung bukti dan argumen yang valid yang dilandaskan bukti.

5. Cacat logika, karena tersohor sekalipun, si pakar tetap harus membuktikan klaimnya jika klaimnya mau dinilai benar dan absah sebagai pengetahuan.

6. Cacat logika, karena pakar pun bisa jadi kelakar dan belukar jika bicara asal bunyi tapi tak bisa ajukan bukti dan argumen yang valid yang berpijak pada bukti. Merekalah pakar yang tidak belajar lagi, tapi suka sekali koar, tengkar dan sop tangkar.

7. Jadi, tolaklah “argumentum ad verecundiam” ataupun “argumentum ad auctoritatem” saat mencari kebenaran karena keduanya cacat logika.

Jakarta, 11 Oktober 2016
ioanes rakhmat

Tuesday, September 27, 2016

“Poesy” ataukah “Slanderisy” Mr. Fadli Zon?

 
Anies Baswedan tertawa lebar saat mendengarkan Fadli Zon melantunkan untaian kata-katanya...

Saya copy-paste di bawah ini gabungan syair-syair yang sekian hari lalu (Jumat, 23 September 2016) dideklamasikan Fadli Zon di rumah PS (Jakarta) saat pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno resmi diumumkan sebagai pasangan Cagub dan Cawagub usungan Gerindra dan PKS dalam Pilkada DKI 2017 yang akan segera datang.

Tapi saya mau bertanya dulu kepada teman-teman. Apakah yang dibacakan FZ itu sebuah jenis sastra yang dinamakan poesy, ataukah, jika ditinjau dari isinya, sebuah slanderisy? Anda tentu tahu makna kata Inggris “slander” (jika tidak tahu, cari tahu sendiri ya), bukan? Dari situ saya ciptakan nama sebuah jenis sastra baru “slanderisy”. Yakni, slander yang dikemas dalam format sebuah puisi supaya indah terdengarnya tapi hanya untuk menutupi slander busuk yang menjadi isi dan tujuan utamanya.

Ini rangkaian kata dan kalimat yang dideklamasikan FZ:

SAJAK TUKANG GUSUR

Tukang gusur-tukang gusur
Menggusur orang-orang miskin
Di kampung-kampung hunian puluhan tahun
Di pinggir bantaran kali Ciliwung
Di rumah-rumah nelayan Jakarta
Di dekat apartemen mewah, mal yang gagah
Semua digusur, sampai hancur

Tukang gusur, tukang gusur
Melebur orang-orang miskin
Melumat mimpi-mimpi masa depann
Membunuh cita-cita dan harapan
Anak-anak kehilangan sekolah
Bapak-bapaknya dipaksa menganggur
Ibu-ibu kehabisan air mata

Tukang gusur, menebar ketakutan di Ibu Kota
Gayanya pongah bagai penjajah
Caci maki kanan kiri
Mulutnya serigala penguasa
Segala kotoran muntah
Kawan-kawannya konglomerat
Centengnya oknum aparat
Menteror kehidupan rakyat

Ibu Kota katanya semakin indah
Orang-orang miskin digusur pindah
Gedung-gedung semakin cantik menjulang
Orang miskin digusur hilang

Tukang gusur tukang gusur
Sampai kapan kau duduk di sana
Menindas kaum dhuafa

Tukang gusur, tukang gusur
Suatu masa kau menerima karma
Pasti digusur oleh rakyat Jakarta


Begitulah untaian kata-kata syuuurrr FZ yang lewat sebuah saluran TV disiarkan ke seluruh NKRI. Apakah itu poesy ataukah slanderisy? Silakan anda nilai sendiri dengan objektif. Saya berdoa semoga semua politikus kita diberi hidayah ilahi sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi para politikus yang agung, mulia dan termashyur, para politikus mahatma.

Salam,
Sang Sunyi


Sumber http://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/23/22430571/fadli.zon.baca.puisi.tukang.gusur.di.sela.pengumuman.nama.anies-sandiaga

Monday, September 19, 2016

Logical Fallacy terkait PON 2016


Di sebuah TV, citra tubuh-tubuh perenang perempuan dalam PON 2016 di-blur atau dibuat buram pada bagian-bagian yang kalangan tertentu namakan aurat. Lihat foto terlampir. Ada tiga hal yang saya mau kita bersama renungkan dalam-dalam saat ini supaya pikiran kita semua, juga rerumptan, semut, unggas dan serangga, terbuka lebar.

1. Itu dinamakan SOMAFOBIA: Kebencian atau penolakan atau rasa takut berlebihan pada tubuh. Semua fobia yang tidak logis, ekstrim, dan tak punya dasar ilmiah, digolongkan patologi, seperti halnya Islamofobia yang salah sasaran dan xenofobia yang bisa lahirkan genosida.

2. LOGICAL FALLACY: Tubuh perempuan harus ditutup rapat seluruhnya supaya perkosaan oleh pria tidak terjadi, atau supaya syahwat pria tidak menggelegak bak lahar panas yang akan sangat kuat memacu mereka untuk memperkosa perempuan.

3. LOGICAL ACCURACY: Yang salah bukan tubuh perempuan (berpakaian ketat, berbikini atau nudis), tapi pikiran pria yang kotor karena tidak terdidik dengan benar atau karena syahwat pria yang tidak didisiplinkan atau tidak dikendalikan sehingga menjadi bak kuda-kuda liar. Tabrak sana-sini. Mendengus keras.

Janganlah "buruk muka cermin dibelah!"


Bersikaplah wajar terhadap para atlit perenang perempuan kita saat mereka sedang bertanding dengan serius untuk menang, di gelanggang renang luar negeri atau di gelanggang renang dalam negeri. Untuk bisa gesit, cepat dan tangkas bergerak maju di air, tentu saja mereka harus pakai pakaian renang yang serba ketat, minim tetapi sekaligus tetap sopan dan bermartabat. Bayangkan apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka bertanding renang dengan memakai baju renang yang serba gombrong dan akibatnya melembung penuh berisi air. Bisa bayangkan?

Jakarta, 19-9-2016
Sang Sunyi

Sumber image http://m.solopos.com/2016/09/18/pon-2016-atlet-renang-diblur-netizen-heboh-754012

Tuesday, September 13, 2016

Naik Haji Demi Ahok

Sebagai salah satu rukun Islam, naik haji itu sebetulnya suatu ritual ziarah spiritual agung Islami untuk mendekatkan diri si peziarah pada Allah. Makin dekat seseorang ke Tuhan Allah, mustinya sih makin tahu orang ini mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang menyelamatkan uang negara dan mana yang korupsi. Karena Allah itu Maha Suci, maka makin dekat ke Allah, makin sucilah hidup seorang yang dekat dengan Tuhan Allah.

Nah sudah pasti Tuhan Allah Yang Maha Tahu tahu betul bahwa Gubernur Ahok itu benar, baik dan menyelamatkan uang negara. Jadi mereka yang naik haji itu, nanti sesudah kembali dari Tanah Suci Arab dan makin dekat ke Tuhan, akan sangat yakin bahwa Gubernur Ahok itu benar, baik dan anti-korupsi, sesuai pengetahuan Tuhan. Lalu mereka dkk akan satu suara dan kompak mendukung Ahok untuk jadi gubernur DKI periode kedua.

Jadi, saya berbahagia mereka naik haji. Seandainya mungkin, saya juga mau ikut. Saya berpikir sangat positif tentang mereka dan ziarah spiritual mereka. Maka, saya ucapkan: Selamat naik haji demi Ahok. Hidup para calon haji. Hidup Ahok. Hidup NKRI. Hidup Islam NKRI.

Batavia, 13-09-2016
Sang Sunyi

Friday, September 9, 2016

VIROKRASI, suatu model kepemimpinan baru negara

Going viral....!

Suatu bentuk baru penyelenggaraan pemerintahan suatu negara kini sedang muncul, dinamakan VIROKRASI. Yakni, sosok pemimpin tidak lagi perlu menjadi seorang pembuat kebijakan, tapi cukup menjadi seorang selebritas yang foto-fotonya atau video-videonya dalam berbagai pose, acting dan kegiatan, terencana atau tidak, menjadi VIRAL lewat berbagai sosmed dan di-LIKE dan di-SHARE jutaan orang atau akun-akun sosmednya di-FOLLOW atau di-LIKE jutaan orang.

Seorang virokrat tidak perlu berlelah-lelah berpikir tentang kebijakan. Dia cukup meminta pendapat para pakar kebijakan negara dan juga mengikutsertakan para teknokrat. Dirinya sendiri cukup menjadi sosok selebritas di dunia sosmed lewat pencitraan personal saja yang membuatnya dipuja dan dikagumi dan dibiarkan menghipnosis rakyat. Contoh dua virokrat saat ini adalah PM Kanada Justin Trudeau, dan salah satu sosok capres Amerika yang tampak Islamofobik, Donald Trump.

 Dua sosok virokrat 2016!

Saya kutip sebuah deskripsi yang bagus:
Seorang politikus tradisional di kebanyakan bagian dunia adalah seorang pembuat kebijakan yang berupaya berpidato yang membangkitkan semangat. Seorang politikus viral adalah seorang selebritas yang cukup tahu untuk mendengarkan para pembuat kebijakan. Tapi jika sejarah yang baru lewat kita jadikan panduan, jelas bahwa kita butuh kedua model kepemimpinan ini. Anda memerlukan selebritas, tapi juga para ahli kebijakan. Sukses lewat sosmed yang tidak disertai kemampuan membuat kebijakan yang sadar bukan sukses, tapi kegagalan.
Tapi virokrasi, meskipun akan makin trendy, dilihat banyak orang sebagai suatu bentuk pemerintahan yang utopian dan anti-demokrasi. Utopian, karena sosok pemimpin viral hidup hanya dalam dunia virtual, dunia yang dihidupi oleh imajinasi rakyat yang terhipnosis oleh pencitraan personal sosok pemimpin mereka lewat sosmed, bukan oleh pemimpin yang real mampu memimpin. Anti-demokrasi, karena sosok selebritas yang menjadi pemimpin viral ini mendengarkan bukan aspirasi dan amanat rakyat, tapi para penasihat dan pemandunya saja yang memang piawai, dan rakyat dininabobokan oleh pencitraan personal sosok ini yang diatur sedemikian rupa juga antara lain oleh para pakar komunikasi dan psikologi.

Apa pendapat anda? Apakah dulu Pak SBY menjalankan virokrasi, ataukah kini Pak Jokowi? Bolehkah seorang selebritas komedian juga memimpin NKRI untuk mengenyangkan rakyat dengan tawa terpingkal-pingkal, tanpa dirinya memiliki pengetahuan tentang penyusunan kebijakan negara? Ataukah Gubernur Ahok selain piawai dalam membuat dan mengambil kebijakan di DKI, juga perlu menjadi sosok selebritas yang bisa menghipnosis masyarakat DKI?

Bisa jadi, virokrasi bisa sukses hanya di dalam suatu negara yang rakyatnya buta dan bodoh politik, tapi biasa menghabiskan waktu di berbagai sosmed untuk mencari sosok-sosok penghibur dan penenang.

Jakarta, 9-9-2016
ioanes rakhmat

Baca lebih lanjut di sini http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-09-08/why-trudeau-is-like-trump

Saturday, September 3, 2016

Memberi kuliah “Critical Thinking”



Tadi sore, pk. 15.00 hingga 17.00, 2 September 2016, saya membawakan session Critical Thinking and Logical Fallacies bagi 50 muda/mudi peserta acara Gerakan Mari Berbagi (GMB), di sebuah wisma di Cibubur, Jawa Barat, yang bertema Youth Adventure and Youth Leaders 2016.

Dari sekian banyak pendaftar, terseleksi 50 peserta dari berbagai daerah dan latarbelakang. Mereka ini dibekali per orang hanya Rp. 100.000 untuk berangkat dan bertahan hidup dari Yogyakarta, dan harus singgah di 2 kota lain untuk tugas-tugas tertentu, sebelum akhirnya tiba di Jakarta untuk mengikuti pembekalan intelektual dan sharing. Tentu saja mereka tidak naik kereta atau pesawat terbang, tapi umumnya menumpang kendaraan (truk atau kendaraan lain) pindah-pindah.

Yang menakjubkan, mereka semua tiba di Jakarta tepat waktu. Dan yang lebih memukau, ada dari antara mereka yang bukan kekurangan atau kehabisan uang bekal, malah berhasil melipatgandakannya hingga tujuh kali lipat. Saya tidak bertanya lebih jauh bagaimana caranya. Yang pasti kegigihan, daya juang, daya bertahan hidup, dan kegembiraan dan keikhlasan, membuat semua peserta bisa berprestasi memukau.

Seluruh kegiatan yang di dalamnya saya ambil secuil bagian (cuma cuap-cuap doang selama 2 jam memberi kuliah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan) diadakan 26 Agustus hingga 5 September 2016. 

Yayasan GMB tidak mencari dana dengan menjual proposal program ke perusahaan-perusahaan atau lembaga-lembaga lain, tapi budget dihimpun dari urunan bersama, dari para senior pengurus (board members) atau dari kalangan lain yang ikhlas mau sharing uang dan tenaga dan kecerdasan mereka. Saya senang telah sedikit sharing waktu, tenaga dan kecerdasan saya untuk GMB. 

Lebih senang lagi karena dari board members GMB saya diberi 3 buah gifts yang menarik: sebuah sertifikat berbingkai dan berkaca yang ditandatangani Mr. Azwar Hasan, inisiator GMB. Satu buku memo GMB dengan nama saya tercetak di sampul depan yang bergambar berwarna. Dan sebuah mug atau cangkir keramik bagus berlogo GMB dengan tulisan I Share, Therefore I Am.

Selain itu, saya juga happy karena mendapat banyak sahabat baru, di antaranya Nona Sherly Annavita (nona manis asal Aceh yang mengontak saya dari GMB pertama kali), Mr. Dede Prabowo (bekerja di Jepang), dan Mr. Jim Wagner (seorang Amerika yang sedikit bisa bicara bahasa Indonesia, bermukim di Jepang). 

Jika anda mau share sesuatu dalam GMB, silakan lakukan sendiri tanpa perantara. 

Terlampir sebuah foto himpunan para peserta dengan saya nyempil tenggelam di dalamnya. 

Be blessed. Be critical. Be fruitful.

Jakarta, 2 Sept 2016
ioanes rakhmat

Friday, July 8, 2016

LGBT homofobik terselubung!


Telah diketahui bahwa kalangan LGBT (khususnya tipe distonik, yaitu LGBT yang tidak happy, dan tidak bisa menerima diri mereka apa adanya, dengan kehidupan yang tidak teraktualisasi!) potensial menjadi homofobik terhadap LGBT lain. Akarnya ini: tekanan sosiopsikologis yang sangat kuat, yang mereka alami dari orangtua dan saudara-saudara mereka di rumah, mereka pendam dan desak kuat-kuat ke dalam alam bawah sadar mereka.

Karena LGBT distonik jenis ini tidak ingin melawan dan melukai perasaan orangtua dan saudara-saudara mereka, mereka berusaha semampu mereka untuk hidup seolah mereka hetero, sesuai kehendak keluarga mereka. Akibatnya, mereka menyangkali dan menolak dengan kuat jati diri mereka yang sebetulnya LGBT. Inilah “self-rejection” atau “self-denial” yang mereka paksakan atas diri mereka sendiri. Akibat selanjutnya, mereka membenci diri mereka sebagai LGBT.

Tekanan sosiopsikologis yang dipendam ini, dan kebencian dan penolakan serta kemarahan mereka terhadap diri mereka sendiri, akhirnya mereka harus salurkan juga demi keseimbangan jiwa mereka kepada sesama LGBT dalam masyarakat; alhasil, LGBT jenis ini juga menjadi homofobik. 

Dalam relasi-relasi sosial, kultural dan religius, dan juga dalam urusan-urusan politik penyelenggara pemerintahan setempat, katarsis psikologis LGBT yang semacam ini membuat mereka tidak ragu untuk memperlihatkan sikap homofobik yang sangat garang, tindak kebencian dan kata-kata yang brutal terhadap sesama LGBT, yang juga muncul dalam banyak kebijakan pemerintahan dan perlakuan diskriminatif terhadap kalangan LGBT. 

Sudah banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa homofobia dalam diri LGBT timbul karena sikap dan kelakuan orangtua dan anggota keluarga yang represif, otoriter dan antipatetis terhadap para LGBT. Ini tentu saja suatu fakta yang mungkin sekali sangat mengagetkan bagi banyak orang yang selama ini menduga bahkan menuduh bahwa orang-orang yang membela LGBT sebetulnya adalah LGBT juga. Realitasnya ternyata kebalikannya./*/

Ambil satu atau dua contoh saja. Pendeta gereja evangelikal di Amerika Serikat, Ted Haggard, sangat anti-gay dalam khotbah-khotbahnya dan dalam sikap dan kelakuannya. Tapi di tahun 2006 Haggard terbukti terlibat skandal seksual dengan seorang gay. Begitu juga mantan ketua Young Republican National Federation, Genn Murphy, yang dikenal sebagai ideolog anti-LGBT dan perkawinan sejenis, telah dituduh melakukan serangan dan kekerasan seksual pada 2007 terhadap seorang pria berumur 22 tahun. Homofobia dalam diri LGBT juga menjadi penyebab dibunuhnya Matthew Shepard pada 1998. 

Hati-hatilah. Jika anda menudingkan sebuah telunjuk anda dengan penuh kebencian dan permusuhan terhadap LGBT, sangat mungkin anda sendiri sebetulnya LGBT homofobik terselubung. Nah lohhh!  

Adalah suatu hal yang mulia dan agung jika LGBT membela, melindungi, merawat dan menjaga sesama LGBT karena dorongan kasih sayang, kemanusiaan, hak-hak asasi, keadilan dan kesetaraan semua insan. Tetapi adalah suatu masalah psikologis dan etis yang berat jika LGBT menjadi homofobik terhadap sesama LGBT.

Jakarta, 8 Juli 2016
ioanes rakhmat

/*/ Lihat antara lain Cody DeHaan, Nicole Legate, et al., “Is Some Homophobia Self-phobia?”, University of Rochester News, 5 April 2012, pada http://www.rochester.edu/news/show.php?id=4040; Tralee Pearce, “Can homophobia sometimes mask same-sex desires”, The Globe and Mail, 10 September 2012, pada http://www.theglobeandmail.com/life/the-hot-button/can-homophobia-sometimes-mask-same-sex-desire/article4103783/; Monica Dybuncio, “Homophobia may reveal denial of own same-sex attraction, study suggests”, CBS News, 10 April 2012, pada http://www.cbsnews.com/news/homophobia-may-reveal-denial-of-own-same-sex-attraction-study-suggests/; Jeanne Bryner, “Homophobes Gay? Study Ties Anti-Gay Outlook to Homosexuality, Authoritarian Parenting”, HuffingtonPost Live Science, 9 April 2012 (dimutakhirkan 10 April 012), pada http://www.huffingtonpost.com/2012/04/09/homophobia-homosexuality-gay_n_1412846.html; Michelle Healy, “Study Examines the Roots of Homophobia”, USA Today News, 6 April 2012, pada http://usatoday30.usatoday.com/news/health/story/2012-04-03/homophobia-psychology/54082202/1.

Saturday, July 2, 2016

Apa teologimu, Pak? Liberal, bukan?


APA TEOLOGIMU, PAK? LIBERAL, BUKAN?

Jawab saya:

Oh saya sekarang fokus pada ilmu pengetahuan banyak bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan terbukti banyak menolong manusia dan meringankan bahkan menaklukkan penderitaan.

Saya memandang ilmu pengetahuan sebagai sebuah jalan mulia menuju Tuhan yang mahatahu. Ilmu pengetahuan membuat saya dekat pada Tuhan yang tanpa batas. Boleh dikata, ini juga sebuah teologi, persisnya sebuah metode berteologi saya.

Sebaliknya, teologi-teologi umumnya lebih sering memecah belah umat manusia, membuat mereka saling menyerang dan membantai. Saling menista dan mengutuk. Bukan makin mendekatkan manusia pada Tuhan yang pengasih dan penyayang, teologi malah menjauhkan mereka dari Tuhan. Ini sebuah ironi yang real. Ironi yang muncul dari teologi yang buruk dan barbar.

Tapi, saya masih mau juga menghayati sebuah teologi yang bagus. Yakni teologi sosial. Kenapa teologi sosial?

Sebab Allah itu bagi saya Allah yang berwatak sosial: mau bersahabat dengan semua Allah lain yang agung, mau membangun masyarakat, baik hati dan murah hati kepada semua manusia dan segala organisme sadar lain, mau solider dengan manusia yang sedang menderita, mau berbagi, empatis, mau peduli, dan mau menolong siapapun yang sedang dalam kesusahan dan kesulitan.

Allah itu sunyi, sendiri, unik, tapi juga ramai, relasional, dan berdua, bertiga, berempat, berlima dan seterusnya. Dia ada di puncak tertinggi Mount Everest, bertapa, sunyi, sepi, sendirian, tapi dia juga ada di pasar-pasar tradisional yang becek, ramai, padat, kumuh, bising dan riuh. Ikut berbelanja sekilo garam, sebuah lampu tempel, sekaleng ragi, lima ketul roti dan dua ekor ikan.

Itulah teologi saya. Teologi sosial. Simpel saja.

Jakarta, 2 Juli 2016
Sang Sunyi

Monday, June 27, 2016

Percakapan dengan Yesus mengenai LGBT

Bersepeda tembus waktu untuk jumpa Yesus....

Di hadapan saya dengan tatap muka, Yesus yang saya cintai bersabda,

Wahai kalian LGBT ular beludak, kalian sesungguhnya pantas ditenggelamkan ke dalam laut dengan sebuah batu kilangan terikat di leher kalian. Enyahlah kalian LGBT pendosa dari hadapanku! Kalian pembuat kejahatan, perusak masyarakat!

Apa reaksi saya saat itu kepada Yesus?

Begini jawab saya kepada Yesus:

Aaah Yesus. Jangan gitu dong. Bukankah engkau juga memerintahkan murid-muridmu untuk menyayangi sesama manusia. LGBT itu tentu sesama manusia, walaupun mereka bukan orang Yahudi, bukan murid Yesus, dan bukan warga gereja!

Lalu saya melanjutkan,

Yesus, bukankah Allah yang engkau sembah dan panggil Bapa mengasihi semua orang tanpa pandang bulu? Bukankah Allah menerbitkan Matahari untuk memberi cahaya kepada semua orang, kepada orang baik dan kepada orang jahat, kepada orang hetero dan juga kepada LGBT, kepada orang kulit berwarna dan juga kepada orang kulit putih, kepada orang yang tak pernah sekolah dan juga kepada para mahaguru?

Yesus menjawab,

Ooh betul juga. Itu sudah saya pernah perintahkan dan ajarkan kepada murid-muridku! Ok deh, kamu betul!

Kata saya lagi,

Yesus, sekarang saya hidup di zaman modern yang berbeda sangat jauh dari zaman kehidupanmu. Kini sains modern yang dibantu tekonologi modern telah berhasil menunjukkan bahwa LGBT bukan kelainan jiwa, bukan penyakit mental, bukan penyakit menular, juga bukan kutukan Tuhan, bukan kebobrokan moral. Tapi nyaris sepenuhnya LGBT adalah sesuatu yang biologis, sesuatu yang genetis. Jadi, Yesus, maaf, saya tidak bisa menyetujui ucapanmu yang keras terhadap kalangan LGBT itu! Sekali lagi, maaf ya Yesus, dalam hal LGBT saya bersikap berbeda darimu. Soalnya saya berpijak pada ilmu pengetahuan sebagai pembimbing manusia menuju kebenaran, dan juga pada kasih Allah sang Bapa!

Yesus menjawab,

Ooh kalau menyangkut temuan-temuan sains modern tentang LGBT, saya sama sekali tidak bisa ikut campur, sebab zaman saya di abad pertama belum nyampe ke situ. Ilmu saya ya ilmu abad pertama. Sudah kuno. Kalianlah yang hidup di zaman modern yang harus mengambil sikap dan pendirian yang tepat terkait LGBT dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan kalian.

Lalu Yesus berdiam diri dalam kesunyian. Ditariknya nafas dalam-dalam. Matanya yang coklat hitam menatap jauh ke langit di angkasa dari sebuah lubang jendela rumahnya. Mungkin dia sedang menunggu langit terbuka.

Lalu Yesus melanjutkan,

Seperti sudah kamu ingatkan saya tadi, ya saya mendorong kalian untuk menyayangi sesama manusia, termasuk mengasihi juga LGBT seperti kamu mengasihi dirimu sendiri. Begitu saja ya. Saya sekarang harus pergi ke Bukit Zaitun untuk berdoa. Kamu pergilah ke universitas dan laboratorium untuk mengembangkan ilmu pengetahuanmu! Tugas kita beda!

Segelas jus segar buah Naga untuk Sekum PGI! 

Lalu saya kecup pipi kanan dan pipi kiri Yesus dengan hangat. Setelah itu saya goes sepeda ontel saya yang tadi saya parkir di halaman samping rumah Yesus di Kapernaum. Saya menyetelnya menjadi sebuah mesin waktu.

Lalu....nnguuuuuiiing wwwuuuuuussss.... lewat sebuah worm hole, saya dalam hitungan nanodetik sudah kembali di Jakarta, mendarat persis di halaman gedung PGI Jl. Salemba, Jakarta Pusat, untuk bertemu sang Sekum PGI yang mungkin sedang kelelahan. Di tangan saya tergenggam segelas jus dingin buah naga buatan Kapernaum untuknya, pemberian Yesus tadi.

Jakarta, 26 Juni 2016
Sang Sunyi


N.B. Silakan share tanpa perlu minta izin lebih dulu. Thank you.

Wednesday, May 11, 2016

Cerdas Beragama Itu Tugas Kita!


Di atas ini gambar cover buku saya yang seharusnya sudah terbit di awal 2015 tahun lalu. Tapi karena masih ada suatu hambatan, belum mampu saya terbitkan. Semoga di tahun 2016 ini akan bisa terbit. Atau, mungkin juga terkendala untuk diterbitkan. Saya hanya bisa membisu.

Judulnya: Cerdas Beragama Itu Tugas Kita! Saya akhiri judul ini dengah sebuah tanda seru. Ya, sebuah tanda seru!

Isinya terfokus pada ihwal bagaimana membuka diri pada berbagai sains modern untuk membuat kita cerdas beragama. Bukan memusuhi sains. Bukan mempelintir sains untuk dicocok-cocokkan dengan agama, atau memperbudak sains untuk memuliakan agama. Tetapi bagaimana sains, sebagai sains, berguna untuk menjadikan orang cerdas, tidak lagi bodoh, dalam beragama. Itu tujuan utama saya menulis buku ini. Pencerahan itu mencakup kecerdasan dalam beragama.

Beragama itu bukan soal ketaatan saja, apalagi ketaatan membuta, tapi juga soal kecerdasan, soal ilmu pengetahuan, soal senibudaya, soal kemanusiaan, soal kehidupan, soal planet Bumi, dan soal kreativitas dan plastisitas otak kita!

Buku CBITK! berbeda dalam sangat banyak segi dari buku sejenis yang sudah saya terbitkan sebelumnya yang berjudul Beragama dalam Era Sains Modern (2013).

Dalam buku CBITK!, saya memakai banyak ragam kisah menawan yang saya kombinasikan dengan perspektif-perspektif keilmuwan modern, untuk mengemas ulang gaya dan konten beragama di zaman sekarang. Tanpa usaha pengemasan ulang ini, bahkan tanpa reformulasi konten agama, saya terpaksa harus menyatakan bahwa agama-agama pada akhirnya hanya akan mendiami museum fosil-fosil doktrinal yang tidak lagi fungsional di zaman kini dan di dunia kita sekarang.

Di sudut kanan bawah cover buku ini, pada monitor sebuah notebook tampil gambar sosok Siddhartha Gautama. Kenapa sosok ini yang saya munculkan?

Tentu bukan karena isi buku CBITK! itu uraian tentang Buddhisme. Tapi karena ada satu ucapan panjang yang bagus, yang diasalkan pada Gautama, yang meminta orang untuk memakai observasi, pertimbangan dan analisis rasional sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak sebuah doktrin atau kepercayaan keagamaan apapun. Nalar dan analisis rasional, bukan otoritas yang disucikan (entah satu sosok manusia, entah akidah yang disakralkan, ataupun suatu kumpulan teks yang diilahikan, dst), harus menjadi landasan utama keberagamaan setiap orang. Itu sebetulnya inti buku saya yang akan segera terbit ini.

Pada halaman awal buku ini, ucapan panjang Gautama Buddha itu saya kutip selengkapnya. Buku ini tebal, mencapai 500 halaman lebih.

Nantikanlah terbitnya! Thank you.

Jakarta, 11 Mei 2016
ioanes rakhmat

Sunday, April 24, 2016

Sebuah catatan pendek untuk Romo Frans Magnis Suseno tentang Ahok

Baru saja, 22 April 2016, rohaniwan Gereja Katolik di Indonesia, yang juga bekerja sebagai seorang mahaguru di STF Driyarkara, Rawasari, Jakarta, Rm. Frans Magnis Suseno, menyatakan sesuatu di sebuah koran online Teropong Senayan tentang usaha relokasi penduduk kawasan Luar Batang oleh Pemprov DKI./*/

Rm. FMS melihat hal yang sedang terjadi adalah “penggusuran”, “pengusiran”, “kejahatan”, “kebiadaban”, “ketidakmanusiawian”. Beliau juga menghimbau atau juga memprovokasi warga mapan DKI untuk tidak “berpartisipasi dalam kebiadaban”, tapi harus berkeberatan dan melawan usaha-usaha penggusuran orang miskin yang sedang dijalankan Gubernur Ahok.

Hemat saya, FMS tidak tepat kalau bermaksud mendorong warga mapan DKI untuk bangkit lawan Ahok. Lagian, tak akan ada yang mau. Kalau mau unjuk pendapat, sebaiknya beliau datang saja langsung ke Balai Kota, debat ilmiah di sana dengan Gubernur DKI Pak Ahok. Adu mulut juga boleh. Asal jangan adu jotos.



Kekumuhan itu tidak manusiawi, tidak beradab, sumber banyak penyakit, TBC misalnya. Juga banyak bakteri yang kalau mendiami tubuh anak-anak, tubuh mereka lambat besar, ceking dan daya imunitas tubuh lemah. Kondisi ini umumnya akan bisa membuat kecerdasan anak-anak tidak dapat berkembang sehat.

Jangan juga dilupakan bahwa di negeri kita ini kekumuhan dan kemiskinan apapun dan dimanapun bisa dengan lihai dan licik dijadikan mesin-mesin pencetak uang oleh sejumlah kalangan yang tak punya nurani lagi.



Gubernur Ahok mau meniadakan kekumuhan. Bukan menggusur. Bukan mengusir. Rm. FMS salah, kalau bilang Gubernur Ahok menggusur atau mengusir. Ahok bukan Soeharto. Ahok merelokasi. Penduduk dipindahkan ke rusunawa atau rusunami yang dilengkapi dengan berbagai sarana-prasarana dan fasilitas lain yang menunjang. Bukanlah suatu permainan kata jika yang dipakai kata “relokasi”, bukan kata “menggusur” atau “mengusir”.

Setahu saya juga, Gubernur Ahok sudah menetapkan larangan untuk sebuah mall baru dibangun lagi di DKI yang hanya akan banyak menguntungkan para kapitalis pengembang dari berbagai latarbelakang etnis. Selain itu, Jakarta juga memerlukan lebih banyak lahan atau ruang terbuka hijau (RTH) yang luas, yang berfungsi utama sebagai lahan serapan curahan air hujan untuk ikut mengatasi banjir di DKI.

Nah, kalau anda mau tahu mana fakta (Pemprov DKI) dan mana fiksi (ciptaan Yusril dan FPI) tentang penataan kawasan Luar Batang dan kawasan Pasar Ikan, baik yang sudah dijalankan maupun yang sedang dan akan dilakukan, infonya sudah dibeberkan oleh Pemprov DKI dengan gamblang dan terang. Dalam hal ini, oleh Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jaya, Oswar Muadzin Mungkasa. Silakan klik link kedua yang saya cantumkan di akhir catatan pendek saya ini./**/ Kalau anda atau, misalnya, Rm. FMS, masih juga tidak percaya setelah mengetahui fakta-fakta ini, ya jalan satu-satunya yang masih tertinggal adalah ini: lewat doa yang khusuk, anda tanya langsung ke Tuhan di langit yang sunyi tanpa ada demo apapun di sana, mana yang faktual dan mana yang fiksional.

Nah, terkait relokasi apapun, tentu masih ada soal-soal lain yang tidak bisa dengan secepat kilat terselesaikan, sama seperti kalau kita pindah ke sebuah rumah lain di kota lain atau di luar negeri. Perlu waktu untuk betah. Untuk adaptasi diri. Untuk cari pekerjaan atau usaha baru. Untuk bergaul dan berbudaya baru. Pendek kata, untuk hidup baru, bukan untuk mati berkali-kali.

Kerap terjadi apa yang dinamakan kejut budaya atau “culture shock” kalau orang pindah ke kawasan baru yang asing, khususnya kalau kita pindah ke suatu negeri lain yang penduduknya berbicara dalam bahasa asing dan hidup berbudaya yang berbeda. 

Nah semua tahap dalam beradaptasi, bersosialisasi dan menjalani suatu kehidupan baru di lingkungan yang baru ini, harus bisa dihadapi dan dilewati dengan melibatkan bantuan para profesional lintasbidang.

Jadi, lebih baik sebagai seorang rohaniwan, Rm. FMS terlibat dalam penanganan soal-soal sosiopsikologis itu yang muncul pasca-relokasi alih-alih memprovokasi warga mapan DKI untuk melawan Ahok. Sekali lagi, apa ada yang mau?

Saya sungguh kecewa kalau betul Rm. FMS berpandangan seperti yang terbaca dalam tulisan di Teropong Senayan tersebut di atas. Kelihatan beliau tidak tahu duduk persoalan sebenarnya yang memang tidak simpel. Saya sendiri diam-diam terus mempelajari langkah-langkah Gubernur Basuki dalam program-program relokasi penduduk di wilayah-wilayah tertentu DKI yang sedang diayunkannya.

Rm. FMS tentu punya kebebasan berpendapat. Tetapi sebagai seorang akademisi juga, mustinya beliau berpijak pada data dan fakta sebelum mengajukan pendapat negatif tentang relokasi penghuni kawasan Luar Batang. Pak Ahok punya segudang data di kantornya. Kunjungilah Gubernur Ahok di sana. Tukar pikiran tentang arah dan tujuan ke depan dari relokasi tersebut. Itu jauh lebih baik ketimbang sang romo ikut menyiram bensin ke dalam kobaran suasana yang sudah cukup panas untuk membakar lebih besar lagi.

Saya sudah cari info ke beberapa pihak yang kenal dekat Rm. FMS untuk memastikan apakah pendapatnya yang sudah viral sekarang ini otentik atau hoax atau aspal. Sampai detik ini, saya belum bisa memastikan.

Ada yang beri saya info, bahwa tulisan itu otentik, ditulis Rm. FMS di tahun 2003, ketika DKI dipimpin Gubernur Sutiyoso (6 Oktober 1997 hingga 7 Oktober 2007), tapi juga dibumbui oleh editornya dengan opininya sendiri di tahun 2016. Salah seorang yang berkeyakinan demikian adalah Yewangoe, mantan Ketum PGI. Artinya, Yewangoe tidak percaya kalau Rm. FMS dapat berpandangan demikian negatif tentang relokasi di tahun 2016 ini saat DKI dipimpin Gubernur Ahok.

Tetapi, ada seorang romo kolega Rm. FMS yang kepada saya kemarin telah menyatakan bahwa betul itu pendapat Rm. FMS saat diwawancara beberapa hari lalu, 22 April 2016, yang kemudian diterbitkan dengan diberi banyak bumbu tak sedap oleh si jurnalis pewawancara. Meskipun demikian, sang kolega FMS yang telah berkomunikasi dengan saya itu menegaskan bahwa “KTP-ku tetap buat Ahok sebab Ahok jauh lebih baik dibandingkan orang-orang lain yang mau mencalonkan diri!

Susahnya, Rm. FMS dikabarkan tetap membisu ketika seorang kolega beliau lainnya tadi pagi bertanya tatap muka dan memberitahu reaksi-reaksi yang sedang muncul terkait pendapat-pendapatnya tentang relokasi. Padahal mustinya Rm. FMS proaktif memberi klarifikasi. Ini membingungkan. Bukan mencerahkan. 

Sikap membisu itu sangat bisa ditafsirkan bahwa Rm. FMS  memang tetap konsisten dengan sikap dan pendiriannya sejak 2003 hingga 2016 bahwa beliau menolak setiap usaha penggusuran atau pengusiran orang miskin dari tempat-tempat tinggal mereka selama ini, sekalipun tempat-tempat tinggal mereka itu kumuh. Dengan sikapnya ini Rm. FMS jadinya menutup mata terhadap perbedaan sangat mencolok antara sikap Soeharto (dan penerusnya) dan sikap Gubernur DKI, Pak Ahok, terhadap orang miskin yang berdiam di kawasan-kawasan pemukiman kumuh atau di kawasan-kawasan yang oleh hukum dilarang dijadikan tempat tinggal. 

Kita semua pasti setuju bahwa tugas utama seorang gurubesar di bidang keilmuwan apapun adalah menyebar pencerahan dan kearifan, bukan kegeraman dan ketidaktahuan. Memberi bukan opini tanpa pijakan fakta dan data, tapi evaluasi ilmiah yang cerdas dan berintegritas.

Tetapi, apapun pendapat dan sikap Rm. FMS, itu urusannya sendiri. Yang penting, kita harus menentukan sikap dan pendirian kita berdasarkan nurani kita sendiri, kecerdasan, nalar, pengetahuan yang luas dan benar, dan marwah diri yang tidak boleh kita jual. 

Salam.
Jakarta, 24 April 2016
ioanes rakhmat

Tuesday, April 19, 2016

Ahok, “Emha Ainun Najib”, dan Uskup Desmond Tutu

Ada sebuah meme yang kini berseliweran di berbagai medsos yang memuat ucapan dan foto sosok yang sudah dikenal, yang bernama Emha Ainun Najib (EAN). Pertama kali saya menemukannya terpasang di Home salah satu akun Facebook saya. Saya tidak tahu, apakah ucapan ini otentik, atau dikarang-karang orang lain untuk tujuan-tujuan yang tidak baik. Di bawah ini meme tersebut.


Saya percaya, Pak EAN sendiri akan mau memberi klarifikasi, apakah betul meme itu karyanya sendiri. Setahu saya, EAN adalah sosok Muslim nusantara yang ramah dan sudah terbebaskan dari kerangkeng primordialisme SARA. Beliau seorang Muslim milik semua orang yang beragama dan beretnis apapun di Indonesia. Saya menyukai beliau.

Ucapan “EAN” pada meme tersebut berbunyi begini:
“Ada tamu datang membersihkan rumah, dan secara canggih dan tegas mengusir tikus-tikus. Kami sekeluarga terpesona. Kami menerimanya sebagai keluarga. Karena tamu itu lebih menguasai pengelolaan rumah dibandingkan kami sekeluarga. Akhirnya, rumah kami menjadi rumahnya. Dan kami numpang. Berkat kebaikan hatinya.”
Ucapan di atas membuat saya langsung teringat pada sebuah ucapan yang agak mirip. Ucapan yang agak mirip ini keluar dari mulut Uskup Agung Afrika Selatan yang sudah pensiun, Desmond Tutu (DT), lahir 7 Oktober 1931 di Klerksdorp, Afsel.

DT adalah sosok terkenal di dunia sebagai aktivis HAM dan sosial di tahun 1980-an, yang menentang politik apartheid yang pernah membelenggu orang kulit hitam Afrika Selatan. DT telah menerima banyak penghargaan, antara lain Anugerah Nobel Perdamaian (1984), Anugerah Perdamaian Gandhi (2007), dll.


Di bawah ini terjemahan saya atas sebuah ucapan DT yang sangat terkenal. Ucapan ini membuat banyak orang merenung-renung tentang agama yang menjadi wahana untuk menjajah, atau penjajah yang datang dengan berjubah agama. Untuk teks Inggris aslinya, lihat gambar 2 terlampir di atas. Ucap DT:
“Ketika para pekabar injil dulu datang ke Afrika Selatan, mereka mempunyai Alkitab, dan kami mempunyai tanah. Mereka berkata, ‘Mari kita berdoa!’ Kami menutup mata kami. Di saat kami membuka mata kami kembali, kami memiliki Alkitab, dan mereka memiliki tanah kami.”
Saya hanya bisa menduga bahwa “tamu” yang dimaksud “EAN” di atas adalah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok (mungkin saya salah mengidentifikasi!). Kedua ucapan di atas mirip. Tetapi juga sangat berbeda.

Para pekabar injil yang datang ke Afsel di era gerakan Desmond Tutu, dan di era jauh sebelumnya, adalah memang orang-orang asing, para tamu, yang bertujuan menjajah Afsel dengan mula-mula memakai jubah agama dan membawa aksesoris agama. Tidak ada cinta dalam diri mereka terhadap rakyat Afsel.

Sebaliknya, Gubernur Ahok bukan tamu, bukan orang asing, bukan pendatang, juga bukan penjajah berjubah agama, tetapi WNI yang mencintai NKRI dan bangsa Indonesia, khususnya penduduk DKI dan lebih khusus lagi rakyat miskin di Jakarta yang semula tidak punya tempat tinggal yang sah dan tidak punya rumah sendiri yang layak.

Sebagian besar rakyat miskin di DKI yang dicintai Gubernur Ahok ini semula membangun rumah-rumah seadanya di atas tanah milik negara atau kawasan-kawasan yang oleh hukum dilarang dijadikan tempat tinggal. Kini, lewat program relokasi, mereka telah pindah dan mendiami rusunawa (rumah susun sederhana sewa) atau rusunami (rumah susun sederhana milik sendiri) di tempat-tempat lain. Kedua jenis rusun ini didukung berbagai fasilitas dan sarana-prasarana lain untuk membuat mereka bisa hidup dengan baik setelah mengalami relokasi. Tentu di sana tetap masih ada sejumlah persoalan lain sebagaimana lazimnya di dalam semua masyarakat manapun di dunia.

Juga kita perlu eling bahwa ada sangat banyak pekerja kecil penduduk DKI, atau karyawan kecil penduduk di kawasan-kawasan satelit DKI, yang berjuang sungguh-sungguh keras, banting tulang, siang dan malam, cari nafkah, dan hidup sangat hemat. Untuk apa? Untuk bisa memiliki sebuah rumah sederhana sendiri lewat kredit bank selama puluhan tahun. Sekali lagi, selama puluhan tahun! Kalangan yang kedua ini punya martabat: tidak mau menyerobot tanah negara atau kawasan umum, yang lalu didiami sendiri atau disewakan ke orang lain.

Siapapun mereka, kalangan manapun mereka yang berdiam di DKI, tidak akan pernah dijahati Pak Gubernur Ahok karena beliau bukan tamu, bukan pendatang, bukan penjajah berjubah rohaniwan, tetapi sama-sama WNI yang mencintai rakyat.

Marilah kita semua bersatu, bahu-membahu membangun bangsa dan negara. Jangan kita mau terus diadudomba oleh pihak-pihak yang kelihatannya saja sedang berjuang untuk rakyat, tetapi sebenarnya sedang memperjuangkan berbagai kepentingan egoistik mereka sendiri dengan menghalalkan segala cara.

Salam,
Jakarta, 19 April 2016
ioanes rakhmat


Thursday, April 14, 2016

Tanya-jawab pendek via Twitter dengan Rustam Ibrahim (dari LP3ES) tentang Ahok

Anda pasti salah, jika anda menolak korupsi! Inikah budaya Indonesia?


Rustam Ibrahim (RIB) pernah menjadi direktur LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), sebuah lembaga yang sudah dikenal.

Pada 13 April 2016 kemarin, pukul 07.58 WIB, dari lokasi Jalan Setia Budi, Indonesia, RIB mempublikasi di akun Twitter-nya apa yang diberinya judul POLLING (atau Jajak Pendapat). Sampai saat dipublikasi pertama kali, polling ini telah diikuti 1.143 suara, dengan durasi yang masih tersisa 19 jam 59 menit. Di akun Twitter @Rustam Ibrahim, lengkap termuat hasil polling tersebut.

Sebuah pertanyaan polling lewat medsos Twitter RIB berbunyi demikian: Setelah menjalani pemeriksaan di KPK, bagaimana penilaian anda tentang Gubernur Ahok dalam kasus RS Sumber Waras?

Jawaban yang masuk:
1. Ahok tidak korupsi 34 %
2. Ahok terlibat korupsi 61 %
3. Ragu-ragu 2 %
4. Tidak tahu 3 %

Hasil polling di medsos seperti Twitter jelas punya banyak cacat metodis. Misalnya, 1 orang bisa memberi 100 suara yang isinya sama, lewat 100 akun Twitter-nya sendiri yang memakai nama-nama dan berbagai avatar (gambar profil) yang tidak sama! LOL. Selain itu, responden tidak bisa kita kategorikan dengan pasti ke dalam segmen-segmen masyarakat yang harus mencerminkan dan merepresentasikan suara keseluruhan masyarakat; dan lain sebagainya. Alhasil, jajak pendapat RIB ini dus juga tidak layak diperhatikan dengan serius. Diperlakukan sebagai sebuah berita hoax, malah bisa sekali. Tapi dengan naif sebuah media online Okezone menerbitkan polling Pak RIB itu dengan menyebut LP3ES sebagai otoritas kelembagaan penyelenggara survai. Orang sudah tahu, siapa sosok penunjang budget media online Okezone. Konon, sosok ini menaruh dendam kepada Pak Ahok lantaran rencana bisnisnya telah digagalkan Gubernur DKI ini demi keadilan dan hukum. Ini link ke media Okezone itu http://news.okezone.com/read/2016/04/13/338/1362022/61-persen-responden-polling-percaya-ahok-terlibat-korupsi

 
Gambar 1

Saya beberapa saat lalu menyempatkan diri bertanyajawab dengan Pak RIB sekitar polling di akun Twitter-nya itu. Saya memulai dengan sebuah pertanyaan (lihat gambar 1 terlampir):
@RustamIbrahim Apakah anda sedang berpolitik, or sedang bekerja sebagai peneliti keilmuwan? Saya tanya lantaran ini.
Maksud saya dengan lantaran ini adalah lantaran berita polling RIB via medsos Twitter yang cacat ini, yang dimuat di Okezone tersebut di atas. Link ke berita di Okezone itu saya cantumkan dalam ruang pertanyaan di Twitter saya itu. Lalu dalam waktu singkat, muncul sebuah jawaban dari RIB, begini (lihat gambar 2 terlampir):
Di media sosial, sebagai pribadi, saya tidak melakukan kegiatan penelitian. Penelitian menuntut penerapan metode ilmiah.
Dengan jawabannya itu, jelas, polling RIB itu diakuinya sendiri bukan sebuah polling ilmiah. Lantas, apa maunya beliau? Ya mungkin beliau hanya sedang melempar sebuah opini pribadi, untuk sebuah kepentingan non-ilmiah. Entah apa.

 
Gambar 2

Selanjutnya, RIB melanjutkan dengan dua kicauan berikut ini (lihat gambar 3 terlampir):
Kalaupun saya kelihatan seperti berpolitik, mendukung seseorang, yang saya dukung adalah NILAI-NILAI yang dipraktekkannya. 
Saya sebagai pribadi sedang melakukan upaya menanamkan citizenship, HAM dan demokrasi kpd generasi muda. Lihat TL saya.
Bagi saya, ya jelas niat RIB itu sangat baik. Tapi kenapa dia sampai harus mengumpankan polling tidak ilmiah itu ke masyarakat Indonesia, yang kini telah dan sedang beredar luas lewat berbagai medsos dan koran online, sambung-menyambung? Apa tujuannya? Terus terang, kepala saya jadi keleyengan.

 
Gambar 3

Hemat saya, setiap orang yang punya latarbelakang akademik, sebagai seorang intelektual, hendaknya menjalankan tugas mereka sebagai intelektual, bukan sebagai para politikus yang sarat dengan berbagai kepentingan non-ilmiah, misalnya menghimpun harta, kekayaan, kekuasaan dan kehidupan yang nikmat, sebanyak-banyaknya. Kalau mereka yang melihat diri sebagai para intelektual mau dan perlu ikut bersuara di dunia politik, ya bersuaralah dengan landasan-landasan keilmuwan dan dengan bermartabat. Jangan ideologis. Tapi saintifik! Jangan kerdilkan diri. Sebagai manusia, kita semua diberi kemampuan untuk hidup agung. Jika demikian, mengapa kita masih mau memilih hidup kerdil?   

Lalu, terakhir, lewat akun Twitter yang sama, saya meminta pendapat RIB terhadap sebagian tanya-jawab yang berlangsung di ruang pemeriksaan Komisi KPK, Jl. Rasuna Said, Jakarta Selatan, antara Pak Ahok dengan seseorang (dari BPK) yang ikut menanyainya (lihat gambar 4 terlampir). Pemeriksaan terhadap Pak Ahok ini berlangsung selama kurang lebih 12 jam (mulai pukul 09.15-21.30 WIB), tanggal 12 April 2016. 

Orang-orang yang terus saja memusuhi Pak Ahok sangat berharap, di malam itu juga Pak Ahok akan dikenakan sebuah rompi oranye, tanda sebagai seorang tahanan KPK. Ternyata mereka kecele banget. Kaget tak ketolongan! Dengan wajah yang tetap segar, Pak Ahok keluar dari ruang KPK, lalu bertanyajawab dengan sejumlah jurnalis, kemudian pulang ke rumah dengan kendaraannya sendiri.

Gambar 4

Tak lama sesudah itu, Pak Ahok membeberkan beberapa hal yang sangat penting yang muncul dalam tanya-jawab di KPK itu, tanpa ditutup-tutupi, untuk masyarakat lewat sebuah TV, dan kini sudah diunggah di Youtube. Kita semua sudah tahu, BPK terus bertahan pada pendapat mereka bahwa Ahok telah merugikan negara sebesar Rp. 191,2 M, walaupun pimpinan KPK dengan satu suara sebelumnya sudah menyatakan tidak ditemukan bukti apapun (minimal 2 bukti) bahwa Ahok telah korupsi.

Sebagian kita tentu sudah tahu isi sebagian tanya-jawab di ruang pemeriksaan KPK ini karena sudah dipasang di Youtube sejak 12 April 2016. Jika anda belum tahu dan belum sempat dengar, sekaranglah waktunya untuk mendengarkan. Ini hal yang sangat serius. Ini menyangkut masa depan negeri kita sendiri. Judul videonya Blak-blakan Basuki TP (Ahok) Beberkan Pertanyaan Jebakan Saat Diperiksa KPK Terkait Sumber Waras. Ini link ke video Youtube-nya https://youtu.be/BvjMiVmI4Yo

Tentu saja semua musuh Pak Ahok akan dengan gegabah menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan jebakan seorang auditor BPK itu (cukup aneh ya, dia bisa ikut berada dalam ruang pemeriksaan KPK dan menanyai Pak Ahok!) dan jawaban-jawaban telak Pak Ahok adalah hasil ngarang-ngarang Pak Ahok sendiri. Silakan mereka berpendapat begitu. Bagi saya yang masih waras berpikir, mustahil seorang Gubernur DKI yang bernama Basuki Tjahaja Purnama yang lebih sering disapa Ahok telah mengarang-ngarang sesuatu yang, jika betul, pasti akan menghancurkan dirinya sendiri! 

Setelah anda mendengarkan video di Youtube tersebut, pasti anda bisa simpulkan, siapa yang waras dan siapa yang sudah tidak waras terkait kasus RS Sumber Waras. LOL.

Nah, hingga detik ini, RIB belum menjawab permintaan terakhir saya lewat Twitter itu. Saya masih menunggu. Mungkin sekali, saya hanya akan mendapatkan sebuah jawaban sunyi dalam kesunyian mahadalam.

Akhirnya setelah dua hari saya menanti, Pak RIB menjawab juga pertanyaan yang paling akhir saya ajukan kepadanya lewat Twitter. Kesunyian dipecah menjadi sebuah madah yang bagus. Pak RIB kini mulai paham bahwa niatnya untuk mencerdaskan masyarakat tentang citizenship, demokrasi dan HAM lewat medsos Twitter ternyata bisa sia-sia karena kelemahan metodis yang di atas sudah saya beberkan dua contohnya. Pak RIB menyebut kelemahan metodis ini sebagai beternak akun.

Saya sekarang mau tambahkan satu lagi contoh bahwa polling lewat Twitter tidak bisa diandalkan. Ini terkait dengan apa yang dinamakan alamat IP (Intern
et Protocol; atau TCP atau Transmission Control Protocol) yang berfungsi sebagai pengidentifikasi sebuah komputer yang digunakan untuk mengirim data lewat berbagai rute dalam jejaring Internet. Jika sebuah jajak pendapat lewat medsos Twitter mau dapat diandalkan, alamat IP si pemilik satu akun Twitter saat si responden ini mengisi sebuah kuesioner survai lewat medsos ini juga harus diperiksa dan lokasi geografisnya serta si pengguna (individual atau kolektif) komputernya juga harus ditemukan sepersis-persisnya. Wah, ini akan luar biasa repot dan berbiaya tinggi.

Bagaimanapun repot dan berbiaya mahal untuk mengetahui, lewat IP sebuah komputer yang digunakan, siapa penggunanya (individual atau kolektif) dan di mana mereka berlokasi, harus kita ketahui bahwa satu orang (atau satu tim kerja) bisa pakai ribuan IP address (termasuk yang palsu) untuk membuat ribuan akun Twitternya sendiri (atau kolektif) dengan memakai nama-nama berbeda yang jumlahnya bisa ribuan lewat sangat banyak jejaring internal komputer. LOL. Orang semacam ini (yang bekerja bersama tim-nya) bisa ada sangat banyak demi mencapai tujuan dan kepentingan menguasai votes sebuah polling penting via Twitter atau medsos lainnya. LOL. Jadi, memang survai jajak pendapat lewat Twitter punya banyak kelemahan metodis yang serius. Tetapi, tentu saja, kalau hal yang mau disurvai lewat Twitter hanya hal iseng dan sepele (misalnya berapa kali sehari anda buang air kecil), semua kelemahan metodis yang saya sudah beberkan di atas dapat diabaikan begitu saja.

Ok sekarang saya lampirkan screenshot tiga tanggapan terakhir RIB di Twitter yang saya telah terima (lihat gambar 5 di bawah ini). Bacalah mulai dari yang paling bawah lalu ke atas. 


Gambar 5

Terhadap jawaban-jawaban Pak RIB ini, saya telah kirim sebuah tanggapan yang bersahabat, yang mengakhiri diskusi kami tentang Pak Ahok dan RS Sumber Waras. Lihat gambar 6 di bawah ini. 

Gambar 6

Terima kasih Pak Rustam Ibrahim atas waktu dan keterbukaan anda. Tetap semangat ya. Keep the spirit!

Silakan share tanpa perlu minta izin dulu. Terima kasih.

Salam,
Jakarta, 14 April 2016
ioanes rakhmat
Sang Sunyi

Update mutakhir 17 April 2016