Monday, December 19, 2016

Natal dirayakan juga oleh Muslim di Timteng!

Natal sebetulnya telah menjadi suatu acara perayaan kultural yang mengglobal. Tidak lagi terbatas di gereja-gereja dan keluarga-keluarga Kristen. Juga tidak terbatas dan meriah hanya di Barat. Hanya dengan menjadi bagian dari kebudayaan dunia, menjadi agama dunia, bukan agama suku/keluarga/klan (yang dinamakan henoteisme), suatu agama berpeluang besar bertahan hidup sangat lama.

Para Muslim di Timteng juga merayakan Natal sebagai suatu acara kegembiraan, kemeriahan dan kesukaan sambil berkumpul sebagai keluarga-keluarga Muslim. Di pusat kota-kota mereka dibangun pohon-pohon Natal yang besar dan diadakan juga acara-acara yang meriah, dengan lampu-lampu yang gemerlapan berkilauan di jalan-jalan dan di toko-toko, di mal-mal, di alun-alun, dan juga lengkap dengan kehadiran sinterklas dll.

Mereka percaya diri, tidak paranoid, dan tidak merasa atau melihat agama Islam mereka sedang diserang atau terancam. Mereka melihat Natal sebagai suatu perayaan kultural yang inklusif, yang ke dalamnya mereka masuk dengan ikhlas dan riang. Mereka juga tidak melihat keperluan atau jebakan untuk murtad. No apostasy at all! Hanya dengan mindset semacam ini, orang baru dapat beragama dengan relaks dan gembira, dan memberi kegembiraan dan kelegaan bagi dunia luas, bagi masyarakat, keluarga dan diri sendiri. Pasti ada yang keliru jika agama saya menimbulkan rasa sesak dan engap pada orang yang menganut kepercayaan-kepercayaan berbeda.

Ikuti salah satu video yang menayangkan para Muslim Timteng merayakan Natal; ini link-nya https://m.youtube.com/watch?v=6Mwv8i4OmAU.

Berikut ini foto-foto yang saya ambil dari video di youtube tersebut. Ada 8 foto yang saya ambil.

















HAVE A VERY MEELAD MAJEED!
Selamat hari Natal. Selamat bergembira. Selamat bermandikan cahaya.

Bagaimana kondisinya di Indonesia? Mustinya kita lebih maju dari negeri-negeri Muslim di Timteng. Mustinya loh.

Jakarta, 19 Desember 2016
ioanes rakhmat

Friday, December 16, 2016

De-Extinction: Menghidupkan kembali yang sudah punah!


Mammoth dan Tyrannosaurus rex (T-Rex)

Tahukah teman-teman bahwa sekarang ini kita kehilangan 30 sampai 150 spesies SETIAP HARI dari semua spesies hewan yang diketahui hidup di planet Bumi?

Kepunahan ini 1.000 kali lebih tinggi jika dibandingkan yang terjadi sebelum Homo sapiens, manusia cerdas, mengatur Bumi dan kehidupan.

Sejak era prasejarah, kitalah, manusia, biang keladi utama kepunahan besar hewan-hewan nonmanusia lewat: perusakan habitat; perubahan iklim akibat perbuatan manusia; polusi; perburuan liar; dll.

Kepunahan hewan-hewan ini oleh para ilmuwan dinamakan Mass Extinction, atau Kepunahan Massal. Manusia jadinya memikul tanggungjawab moral untuk mencegah atau mengatasi kepunahan ini, bukan hanya demi hewan-hewan lain, tapi juga untuk masa depan yang lebih sehat dan lebih berdayatahan umat manusia sendiri. 

Untuk mengatasi Kepunahan Massal ini, para ilmuwan menyusun dan menjalankan metode atau teknik pelanggengan spesies yang sudah punah atau yang terancam segera punah, yang dinamakan metode DE-EXTINCTION, atau metode pencegahan kepunahan. Metode ini bertujuan untuk menghidupkan kembali spesies hewan-hewan yang telah punah atau membuat klon-klon hewan-hewan yang segera punah.

Metode DE-EXTINCTION melibatkan beberapa cabang sains-tek bersamaan, yakni teknik reproduksi yang dibantu, biologi stem cell, dan pengeditan gen (yang dikenal dengan nama DNA-editing CRISPR Cas9 yang semakin maju dan bervariasi). Dengan metode ini, bukan saja spesies-spesies lama yang sudah punah dapat dihadirkan lagi, tapi juga kita dapat mempertahankan dan melestarikan spesies-spesies yang sudah sangat langka dan terancam segera punah dari planet kita. 

Kalau sudah berhasil dihidupkan lagi, hewan-hewan yang pernah punah itu akan ditempatkan di lingkungan habitat masing-masing di era modern dan di sana mereka akan berinteraksi positif dengan lingkungan alam mereka; alhasil ekosistem-ekosistem yang juga terhubung dengan kehidupan sehat Homo sapiens akan dapat dipulihkan jika sebelumnya sakit, rusak atau sudah sekarat. 

Anda pasti bertanya, metode DE-EXTINCTION sudah diterapkan sejauh mana saat ini? 

Hingga saat ini DE-EXTINCTION yang sedang menarik perhatian tengah diupayakan terhadap hewan mirip gajah tapi bertubuh besar, berbulu lebat dan panjang, dan memiliki dua taring yang panjang dan melengkung ke atas. Nama hewan besar dan kuat ini mammoth atau mamut yang pernah hidup di Zaman Es atau Pleistocene Era yang mulai berlangsung 1,8 juta tahun lalu hingga kurang lebih 11.700 tahun lalu. Di era ini bagian besar muka Bumi tertutup lapisan sungai es atau gletser. 

Selain itu, metode DE-EXTINCTION sejauh ini juga sudah dan sedang digunakan terhadap: 

• badak putih raksasa di Afrika yang kini cuma tersisa 3 ekor;
• sejenis musang berkaki hitam di Amerika Utara yang sedang terancam punah karena penyakit dan ketidakmampuan untuk berkembangbiak;
• kodok yang mengerami telur-telur di dalam perut mereka. Kodok ini memiliki mekanisme biologis untuk menghentikan produksi enzim-enzim perut yang bisa melumatkan telur-telur yang akan menetas dan anak-anak mereka yang baru jadi. Para ilmuwan medik kini sedang mempelajari mekanisme penghentian produksi enzim pada kodok ini untuk kelak digunakan bagi penyembuhan radang dan borok dalam organ-organ perut manusia;
• kambing gunung bukardo yang pernah hidup di kawasan pegunungan Pyrenia yang memisahkan Prancis dan Spanyol. Satu ekor terakhir bukardo, betina, yang diberi nama Celia, mati karena penyebab alamiah. Sewaktu masih hidup para ilmuwan sempat mengambil sel-sel Celia, yang kemudian diklon; lahirlah anaknya yang berwarna coklat. Sayangnya, anak kambing gunung terakhir ini mati beberapa menit setelah dilahirkan akibat problem pernafasan;
• guagga, yakni seekor hewan yang hidup di Afrika, mirip zebra yang ganjil. Strip pada bagian punggungnya jarang;
• aurokh, spesies pendahulu sapi modern, dengan tanduk yang besar;

Mungkin teman-teman sudah berpikir bahwa lewat teknik DE-EXTINCTION era Jurassic akan bisa dikembalikan ke zaman modern kini. Film fiksi buah tangan Steven Spielberg Jurassic Park atau Jurassic World segera akan menjadi fakta yang real di abad ke-21 ini. Apa reaksi anda? Galau? Gamang? Takut? Atau malah antusias?

Sayangnya, sejauh ini para ilmuwan baru bisa menerapkan metode DE-EXTINCTION hanya ke DNA yang umur maksimalnya 1 juta tahun, sebab setelah lewat 1 juta tahun DNA-DNA hewan-hewan purba hancur dengan sendirinya. Kita tahu dinosaurus punah 66 juta tahun lalu karena bencana alam yang merusak semua ekosistem di Bumi akibat sebuah meteor besar seukuran kota Manhattan menumbuk muka Bumi di Semenanjung Yukatan yang kini dikenal sebagai Meksiko. 

Tapi di masa depan para ilmuwan tentu akan mampu merekonstruksi DNA-DNA purba yang sudah hancur dan rusak. Hewan-hewan purba yang keras dan berbahaya pun yang sudah punah kelak akan bermain-main bersama anak-anak manusia di generasi-generasi yang akan datang.

Orang-orang besar dengan prestasi-prestasi cemerlang bagi peradaban manusia, yang sudah mati, juga dapat dihadirkan lagi di hadapan anda sekarang hidup-hidup untuk mereka melanjutkan tugas-tugas agung mereka. Bukankah luar biasa hebat jika Albert Einstein atau Plato hadir lagi atau dilahirkan kembali seutuhnya tahun 2017 atau sepuluh tahun lagi?

Nah, apakah semua ini “a good news” ataukah “a bad news”? Jawablah sendiri IN THE SILENT.


Sumber http://www.nbcnews.com/mach/innovation/why-extinction-doesn-t-have-be-forever-anymore-n696106

Jakarta, 16 Desember 2016
ioanes rakhmat

Friday, December 9, 2016

Meteor jatuh dan meledak...

Sebuah meteor yang tidak terlalu besar (berdiameter sekitar 10-15 m) telah jatuh dan meledak terang-benderang di atmosfir di atas kota Sayonogorsk, Republik Khakassia, Siberia, Rusia, Selasa sore, pukul 18:32, 06 Desember 2016. Karena ledakan berkilau meteor ini, kegelapan berubah sekejap menjadi terang seperti di siang hari. Banyak penduduk yang ketakutan, karena mereka mengira sebuah bom telah dijatuhkan ke kota mereka. Sumber berita tentang meteor Sayanogorsk tersedia antara lain di http://www.sciencealert.com/watch-a-stunning-fireball-just-lit-up-the-sky-in-siberia.


Meteor Sayonogorsk ini beberapa kali lebih kecil dibandingkan meteor yang pernah jatuh dan meledak di udara di atas kota Chelyabinsk, Rusia, 20 km dari permukaan Bumi, tahun 2013. Ledakan meteor Chelyabinsk ini menimbulkan gelombang kejut yang energinya berkekuatan 30 kali (= 500 kiloton) kekuatan bom atom yang pernah dijatuhkan di kota Hiroshima pada PD II dulu. Gelombang kejut yang kuat ini, di tahun 2013, merusak ribuan bangunan dan melukai kurang lebih 1.500 orang lewat pecahan kaca dan cahaya sangat terang yang dipancarkan meteor Chelyabinsk ini.

Tiga tahun sesudah meteor Chelyabinsk menerjang Bumi yang disertai ledakan, para ilmuwan masih belum bisa memastikan asal-usul meteor ini. Baca laporannya di http://earthsky.org/space/chelyabinsk-meteor-mystery-3-years-later.


Berita tentang meteor Sayonogorsk ini saya telah pasang sebelumnya di tiga akun Facebook saya. Dari berbagai respons teman-teman di akun kedua FB saya, ada respons yang meminta saya untuk menjelaskan apakah betul sebuah meteor bisa meledak di angkasa, sebab yang diketahuinya selama ini adalah bahwa sebuah meteor hanya akan terbakar, lalu berantakan, dan pecahan-pecahannya akan jatuh ke Bumi.

Meteor Chelyabinsk tahun 2013. Hingga kini masih diselimuti kabut misteri....

Saya sudah tanggapi permintaannya itu. Bahwa sebuah meteor bisa meledak kencang di angkasa adalah fakta, dan sudah terjadi lebih dari satu kali. Yang terkenal adalah apa yang dinamakan Peristiwa Tunguska di tahun 1908, ketika sebuah meteor meledak beberapa km di atas permukaan Bumi dengan melepaskan energi antara 5 hingga 30 Megaton TNT (sebanding dengan energi sebuah bom hidrogen). Energi meteor Tunguska ini merobohkan sangat banyak pohon di kawasan-kawasan dengan radius berkilo-kilo meter dari titik ledakan, tanpa meninggalkan lubang besar atau kawah di muka Bumi.

Berikut ini penjelasan yang saya sudah saya berikan kepada teman yang bertanya itu. Simaklah dengan baik.

Itu sebuah pertanyaan bagus yang membuat saya sadar atau engeh bahwa peristiwa fisika MELEDAKNYA sebuah meteor yang cukup besar di saat masuk ke Bumi dengan menabrak lapisan atmosfir, masih banyak yang belum tahu atau belum memahami atau tidak meyakini.

Saya memikirkan dan mencari sebuah analogi yang sederhana yang mendekati kejadian sebuah meteor menerjang Bumi, begini: lemparkanlah sebuah balon cukup besar yang berisi air cukup banyak dan juga udara ke sebuah dinding, dengan tenaga lemparan (energi kinetik) yang sangat kuat dan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hasilnya: balon itu akan hancur dengan air berhamburan ke mana-mana dan membuat suara ledakan layaknya sebuah balon meledak.

Kekurangan analogi di atas, dinding atau tembok tidak menimbulkan energi panas yang besar, lain halnya dengan lapisan atmosfir.

Sekarang saya berikan penjelasan yang teknis. Sebuah meteor meledak di udara karena kombinasi dan akumulasi berurutan peristiwa-peristiwa fisika dan mekanika berikut:

Pertama, kecepatan melesat sebuah meteor itu tinggi (11.000 m per detik hingga 72.000 m per detik). Ini menghasilkan energi kinetik. Ingat, kecepatan itu juga sebuah bentuk atau wujud energi, persisnya energi gerakan. Kecepatan meteor mencakup kisaran yang luas karena, ingatlah, bahwa planet Bumi kita juga bergerak mengorbit bintang Matahari dengan kecepatan 30.000 m per detik. Jika datang di pagi hari ke Bumi, sebuah meteor bergerak lebih cepat dibandingkan jika datang pada sore atau malam hari.

Kedua, friksi atau gesekan yang kuat terjadi saat sebuah meteor dengan kecepatan tinggi menembus lapisan atmosfir. Ketika friksi terjadi, energi kecepatan terkompresi sangat kuat. Akibatnya, suhu meteor meningkat atau memanas (seperti yang terjadi pada bagian bawah tabung pompa sepeda jika udara terkompresi terus-menerus dalam bagian ini ketika kita sedang memompa sebuah ban sepeda), dan energi kinetik berubah (tidak lenyap) menjadi energi panas dan energi tumbukan (Momentum: massa dikali velositi atau kecepatan).

Ketiga, umumnya di dalam sebuah meteor (bukan sebuah meteorit) yang cukup besar atau yang sangat besar terdapat kandungan air atau kandungan CO2 padat beku yang akan mendidih saat meteor ini menabrak atmosfir. Mendidih berarti menyimpan energi panas yang besar.

Keempat, kombinasi tiga faktor di atas pada akhirnya bermuara sebagai sebuah ledakan yang mengubah energi kinetik, energi momentum, dan energi suhu didih kandungan sebuah meteor, menjadi energi gelombang kejut yang tersebar dengan mengeluarkan suara ledakan.

Pada prinsipnya, sebuah meteor meledak karena satu hukum fisika saja: kekekalan energi atau the law of the conservation of energy.  

Ada juga seorang teman lain di akun pertama FB saya yang berharap bahwa di Indonesia sebuah meteor cukup besar jatuh dengan menimbulkan ledakan dan cahaya kemilau, supaya penduduk Indonesia tidak meributkan hal-hal yang hanya dicari-cari seperti sedang terjadi saat ini, tetapi tekun mempelajari hal-hal yang terkait dengan angkasa luar dan benda-benda langit. Kepadanya saya memberi respons.

Begini: Ya saya juga menunggu sebuah meteor raksasa meluncur dengan kecepatan tinggi ke Laut Jawa. Akibatnya, mungkin bangsa ini jadi bersatu dalam menghadapi tsunami dahsyat yang akan menenggelamkan Nusantara, ketimbang kita terus-terusan tenggelam dalam soal yang gak membuat kita maju. Tapi.... jangan deh meteor yang saya tunggu itu datang menerjang kita. Sebab jika itu terjadi, seperti telah terjadi 66 juta tahun lalu yang membuat berbagai jenis dinosaurus punah, ya mamalia cerdas yang diberi nama Homo sapiens akan punah dan musnah. Gak akan ributin agama-agama lagi.

Jakarta, 09 Desember 2016
ioanes rakhmat