Wednesday, January 18, 2017

TUHAN, KEBESARAN ALAM dan PUJIAN
Where is the future of the human race?

Insan fana mencari The Great dalam kebesaran alam, dan memujinya How Great Thou Art

Terlampir di akhir tulisan ini link ke video youtube madah agung berjudul HOW GREAT THOU ART, artinya BETAPA AKBAR DIKAU TUHAN.

Nikmati dan resapi pengagungan Tuhan lewat keterpesonaan terhadap berbagai fenomena ALAM dan JAGAT RAYA dalam madah besar ini, apapun agama dan keyakinan ideologis anda.

Setiap orang yang beragama dengan sehat, selalu ingin bersahabat, membuka hubungan baik dan penuh perhatian dan pengertian, terhadap alam dan segenap isinya, khususnya tentu saja terhadap sesama mereka, manusia. Mereka tidak tertahan juga ingin selalu memuji kebesaran Tuhan, menemukan keakbaran-Nya dalam segala fenomena alam dan jagat raya, misalnya dalam:
  • guntur yang bermain musik rock yang menggelegar; 
  • petir yang bercahaya sangat kuat sambil mengulurkan tangannya ke muka Bumi; 
  • bintang-gemintang di langit malam yang berkelap-kelip main mata; 
  • gunung-gemunung yang hijau biru yang anggun tegak berdiri semampai bak seorang bidadari yang sedang melambaikan tangannya ke anda; 
  • kicauan burung-burung yang seolah sedang menghibur anda di tengah kedukaan anda; atau 
  • angin yang berhembus semilir sepoi-sepoi mengusap punggung anda dengan lembut; dan seterusnya.
Orang yang bermental tidak sehat, maksudnya: mengalami gangguan batin dan pikiran, tidak bisa memuji dan membesarkan Tuhan, tapi memandang diri sendiri sebagai sang Tuhan sendiri, atau setara dengan Tuhan, atau minimal setengah manusia setengah dewa, demigod. Kata-kata dan sifatnya sendiri dilihatnya sebagai kata-kata dan sifat Tuhan, begitu juga sebaliknya.

Orang semacam itu bukan lagi makhluk, tapi telah meritualisasi diri sebagai sang khalik. Inilah orang yang sudah terjangkit DELUSION OF GRANDEUR atau WAHAM KEAKBARAN. Mereka sangat percaya pada sesuatu yang salah atau yang dikhayalkan mereka sebagai hal yang benar. Mereka taklid buta percaya bahwa diri mereka Superbesar Combo, Superhuman, Adimanusia, padahal faktanya mereka sangat kerdil bak belatung saja. Itulah delusi, megalomania, paranoia dan skizofrenia akut yang tak tertolong lagi. Orang yang semacam ini tidak akan bisa ikhlas dan tulus mengagungkan Tuhan yang mahaakbar. Sebab bagi mereka, yang agung itu ya diri mereka sendiri.

Nah, kita perlu dan harus menempuh jalan yang berbeda. Mengenal dan mencintai Tuhan mendorong orang mengenal dan mencintai alam dan jagat raya. Alam dan jagat raya dikenal dan diekspresikan lebih dari satu cara, misalnya lewat ritual agama, lewat karya senibudaya, dan terutama lewat ilmu pengetahuan alam (IPA) dan berbagai cabang ilmu lain.

Jika lewat ritual agama, mencintai Tuhan berarti juga memandang suci Gunung Semeru, Mount Everest, hutan-hutan, sungai-sungai, air terjun, lelautan, Matahari, bulan dan bintang-bintang, tetumbuhan, padi yang hijau yang kemudian menguning, dan lain sebagainya.

Bagi orang yang intuitif, berjiwa artistik, naturalis, kosmik, mistis, ekologis, environmentalis, dan memandang diri terikat dengan segala sesuatu, dengan alam dan Tuhan, seluruh benda dan kejadian yang ada dalam alam dan jagat raya ini memancarkan dan mewahyukan keagungan ilahi. Bahkan dalam keburukan-keburukan dan nestapa yang menimpa mereka dari berbagai kejadian alam, mereka masih berusaha menemukan tangan-tangan ilahi yang tidak pernah berlumuran darah dan kejahatan; tetapi, kita semua tahu, hasilnya lebih sering berupa permainan petak umpet dengan Tuhan.

Jika lewat karya seni budaya, mencintai Tuhan diungkap dalam berbagai cipta kreasi kesenian dan kebudayaan, lokal dan global, misalnya madah-madah besar, lukisan-lukisan hebat, patung-patung pahatan, tari-tarian, upacara-upacara sakral, ikon-ikon, kisah-kisah, dan seterusnya.

Jika anda mencintai Tuhan dan menemukan keakbaran-Nya dalam alam dan jagat raya, maka anda juga akan mencintai alam dan jagat raya. Jika kita mencintai sesuatu atau seseorang, kita pasti terdorong kuat untuk makin mengenal lebih luas dan lebih dalam lagi sesuatu itu atau orang yang kita sayangi itu.

Maka, barangsiapa mencintai Tuhan, orang itu akan juga mencintai SEMUA ILMU PENGETAHUAN yang menuntun kita ke pemahaman dan pengenalan yang makin dalam dan makin luas atas segala fenomena alam dalam jagat raya, lewat pengujian dan pertanyaan terus-menerus, verifikasi dan falsifikasi tanpa henti, dialektika tesis-antitesis-sintesis tanpa akhir.

Ilmu pengetahuan, dengan demikian, adalah jalan mulia menuju Tuhan yang kita cintai, yang kebesaran dan keagungan-Nya dinyatakan di mana-mana dalam alam dan jagat raya ini, yang menyediakan diri untuk diobservasi, dipelajari, diteliti, dipahami, dibongkar, dijelaskan, didatangi, dan dikuasai dan dipelihara.

Sebagai sebuah jalan menuju Tuhan, ilmu pengetahuan menuntun kita lewat jalan-jalan atau metode-metode yang berbeda dalam melangkah menuju Tuhan, dibandingkan jalan-jalan yang ditawarkan agama-agama.

Ilmu pengetahuan biasa bertanya dan meragukan dan menguji kembali segala klaimnya. Hanya dengan cara inilah ilmu pengetahuan tidak akan pernah bantut, mati atau punah, tapi terus hidup dan makin maju, berkembang dan bergerak ke arah-arah yang makin banyak dan beranekaragam. Dalam dunia ilmu pengetahuan, jalan tidak cuma ada satu, tapi banyak dan makin banyak sejalan dengan gerak waktu dan ruang.

Agama selama ini, faktanya, bersikap sebaliknya: anti-pertanyaan, anti-keraguan, anti-pengujian kembali atas semua keyakinan keagamaan yang sedang dianut. Segalanya diabsolutkan, tidak boleh dinisbikan kendatipun dunia dan peradaban sudah maju sangat jauh bak kereta api supercepat yang melesat kencang ke depan dengan semua rodanya tidak bergesekan dengan rel.

Jika itu situasi dan kondisinya, maka ilmu pengetahuan yang memang bukan agama, dan agama yang juga bukan ilmu pengetahuan, tidak mungkin dapat berjalan seiring di jalan masing-masing. Keduanya terus-menerus tercerai bahkan berbenturan keras. Apakah masih ada harapan? Masih!

Jika orang yang beragama mau mengakui bahwa TUHAN ITU MAHATAKTERBATAS, maka kita dapat menyatakan bahwa keduanya, ilmu pengetahuan dan agama-agama, adalah jalan-jalan yang berbeda menuju kebenaran-kebenaran yang tanpa batas, sebagaimana Tuhan itu adalah kebenaran yang tanpa batas, INFINITE.

Bukan cuma berbeda, tapi keduanya juga kerap berkonflik satu sama lain, berbeda atau berlawanan jalur dan arah, seperti halnya jalan-jalan raya: ada jalur kanan dan ada jalur kiri; ada arus ke utara dan ada arus ke selatan; ada belokan ke kiri dan ada belokan ke kanan; ada jalan U-turn tapi juga ada jalan buntu.

Konflik itu ada dan real bukan cuma antara agama dan ilmu pengetahuan, tapi juga antarklaim-klaim internal di dunia agama-agama sendiri dan antarklaim-klaim internal di dunia sains juga. Anda takut dengan konflik ini? JANGAN TAKUT!

Lewat perbedaan, konflik, pertentangan, dialektika, kita dalam dunia keilmuwan didorong untuk berpikir dan menguji lebih cerdas lagi dan lebih luas lagi dan lebih multidimensional lagi. Alhasil, kita dibawa ke kebenaran-kebenaran yang makin penuh, makin lengkap dan makin terintegrasi. Artinya, dilihat dari sudut keagamaan, kita makin dekat ke Tuhan yang mahatakterbatas dan makin mengenal-Nya lewat ilmu pengetahuan yang tidak pernah mencapai garis finish dalam menjelajah dan mengeskplorasi.

Begitu juga halnya dengan hidup beriman dalam dunia agama-agama. Iman yang tidak disertai pertanyaan, keraguan, pemeriksaan ulang, pembaruan, transformasi menuju tingkat kematangan yang lebih tinggi, pasti menjadi iman yang bantut dan mati.

Bukan cuma itu. Jika suatu agama dipandang sudah selesai, sudah mencapai garis finish, itu berarti dua hal: pertama, menyamakan agama itu dengan ketidakterbatasan atau Tuhan yang mahatakterbatas, atau, kedua, mereduksi ketidakterbatasan atau Tuhan yang mahatidakterbatas menjadi sebuah agama, apapun juga klaim umat penganutnya tentang agama mereka. Ingatlah, agama itu ada di dunia dan berguna hanya selama ada dalam dunia, sedang Tuhan ada di dunia dan di surga, abadi, memenuhi seluruh kawasan yang mahatakterbatas.

Jika iman keagamaan anda hidup, tidak bantut dan tidak wafat, iman anda akan dinamis, ada dalam gerak perubahan dan transformasi terus-menerus, progresif, menuju peringkat yang lebih maju, lebih jauh, lebih berwawasan, dan terus tumbuh tanpa akhir menuju Tuhan yang tak memiliki akhir, yang kita akui mahatakterbatas.

Sekalipun metode menuju kebenaran dalam ilmu pengetahuan dan dalam agama berbeda, tapi jika anda beriman dengan dinamis dan terbuka pada pembaruan tanpa akhir, cara beriman anda ini sejalan dengan cara para ilmuwan mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan. Jika ini yang menjadi posisi dan sikap anda dalam beragama, maka terbuka peluang untuk anda sebagai para agamawan membuka percakapan dan dialog terus-menerus dengan para ilmuwan.

Jika itu posisi anda sebagai agamawan yang terus bergerak maju ke depan tanpa akhir, bukan berlari mundur jauh ke belakang lalu karam di lelautan masa lampau di tempat yang jauh, maka anda bukan saja ingin masuk surga setelah kematian, tapi juga mendukung eksplorasi dan penjelajahan angkasa luar, mula-mula dalam batas kawasan sistem Matahari kita, selanjutnya ke dunia antarbintang BEYOND THE SOLAR SYSTEM OF OURS.

Di luar sana, di atas sana, OUT AND UP THERE IN THE DEEP SPACE, kita tak lama lagi akan membangun rumah-rumah kedua, ketiga, keempat dst, yaitu di planet-planet lain yang sudah disiapkan sebelumnya oleh para ilmuwan dan teknolog yang mengkaji angkasa luar.

The future of the human race is out there, in the deep oceanic outerspace! 

Dus, sebagai bangsa Indonesia yang telah lama mengaku diri sebagai bangsa bahari, sejak sekarang kita perlu memandang bahari bukan hanya lelautan di muka Bumi, tetapi juga lelautan kosmik di angkasa luar yang dalam dan luas tanpa batas. 

Ke sana, di masa depan yang dekat, kita harus sudah bisa berlayar, menjelajah jauh ke kedalaman samudera kosmik tanpa tepi, dengan wantariksa-wantariksa buatan kita sendiri.

Di sana, kita akan bisa bangun negeri Indonesia kedua, ketiga, dan seterusnya, dan barang-barang tambang baru menanti kita di sana untuk ditambang. 

Kita akan berpacu dalam melodi-melodi kosmik yang indah dan menawan.  

OK, nikmatilah madah hebat HOW GREAT THOU ART di video youtube ini yang dilantunkan dengan memukau oleh Carrie Underwood https://youtu.be/q2T1csHUgF4.

Jika anda ingin juga mengikuti liriknya, tersedia di sini (dinyanyikan oleh Chris Rice) https://youtu.be/Cc0QVWzCv9k.

Silakan share.

18 Januari 2017

Aku,
ioanes rakhmat

Sedang menuju galaksi Andromeda
dengan berjalan kaki di ruang hampa kosmik
The Skywalker

Saturday, January 7, 2017

ALHAMDULILAH!
Thank you Jesus! Thank you Mother Mary!

Saya mulai dengan sebuah kata yang enak didengar: Untung.

Untung di kekristenan ada KEPERCAYAAN bahwa Yesus Kristus tidak menikah, mati muda di tangan kolonial Romawi. Ihwal bagaimana fakta sejarahnya, biarlah orang bebas cari tahu sendiri. Lagipula, apapun fakta sejarahnya yang bisa diungkap, orang Kristen umumnya memilih untuk mempertahankan keyakinan itu, bahwa Yesus tidak pernah kawin dan tidak pernah punya keturunan.

Yang sudah jelas dan pasti, ini: Tak pernah ada kasus apapun, sejak kekristenan lahir hingga kini, tentang orang yang mengklaim atau diklaim sebagai SEDARAH SEDAGING dengan Yesus, sebagai KETURUNAN ke sekian Yesus. Kalau Yesus punya keturunan darah dagingnya sendiri yang juga punya keturunan lagi dst, dst, waah bisa rame juga tuh dunia ini dengan klaim-klaim yang diajukan orang bahwa mereka keturunan Yesus.

Kalau itu terjadi, wah kejadiannya bisa jauh lebih rumit lagi kalau orang menyamakan KRISTOLOGI dengan BIOLOGI.

Jelas, Yesus diberi banyak gelar oleh gereja-gereja awal dulu. Gelar paling puncak diberi kepada Yesus ketika Yesus dipercaya dan diseru sebagai Tuhan (Yunani: kurios), bukan sekadar tuan. Maka sebagai Tuhan, kalau Yesus punya anak dan cucu dan cicit dst dst dst, orang-orang yang mengklaim diri sebagai keturunan Yesus pun akan diberi atau memakai gelar Tuhan untuk mereka sendiri-sendiri. Tuhan melahirkan Tuhan melahirkan Tuhan melahirkan Tuhan, dst.

Kondisi ini berubah jadi jauh lebih runyam, ketika, dengan tanpa pengetahuan, alias dengan naif, kristologi diubah begitu saja jadi biologi dan juga jadi ginekologi atau ilmu kandungan dan kebidanan.

Dengan diubah begitu, olok-olok pun muncul: Loh Tuhan melahirkan Yesus sebagai Anak Tuhan, bahkan bukan cuma sebagai Anak, tapi sebagai Tuhan sendiri. Kok Tuhan Kristen bisa hamil, mengandung? Di situlah kristologi diubah jadi biologi dengan aneh dan tidak wajar. Si pengubah jelas tak tahu, gelar Anak Tuhan atau gelar Tuhan ada dalam dunia teologi, persisnya dunia kristologi.

Mungkin sekali si pengolok itu tidak paham apa itu kristologi. Baiklah saya dengan rendah hati mau bantu memberi penjelasan, diterima alhamdulilah, tidak diterima juga alhamdulilah. Saya tidak mau ucapkan kata astagafirullah.

Kristologi itu masuk wilayah teologi, dan semua teologi masuk wilayah IDEOLOGI, bukan wilayah sains.

Ambil contoh. Pancasila NKRI itu ideologi. Kebenaran dan keabsahan Pancasila tidak dibuktikan lewat mikroskop atau lewat tes kehamilan atau tes DNA, pendek kata: tidak lewat biologi dan ginekologi atau genetika.

Pancasila menjadi ideologi yang benar dan sah bagi NKRI dibuktikan dengan cara lain: yakni, paling tidak, memastikan keabsahan sidang yang dulu pertama kali menetapkannya sebagai ideologi NKRI, dan menunjukkan efektivitas dan kekuatannya untuk selama berpuluh-puluh tahun hingga kini menjadi ideologi pengikat dan pemersatu bangsa Indonesia yang secara sosiokultural dan sosiopolitik majemuk.

Karena efektif menjadi landasan kehidupan yang berbhinnekatunggalika dalam wadah NKRI, maka Pancasila bukan saja ideologi yang absah, tapi juga ideologi yang benar dan fungsional bagi NKRI. OK ya, cukup segitu saja dulu dengan Pancasila.

Tapi kalau seorang perempuan mau hamil atau sedang hamil, untuk memastikan apakah dia bisa hamil atau sedang hamil, maka orang masuk ke BIOLOGI dan bidang-bidang ilmu lain yang berkaitan yang dibutuhkan (misalnya ilmu medik, ilmu pengobatan, genetika, ginekologi, dll).

Berbagai test kehamilan harus dijalankan dengan memakai bermacam-macam instrumen dan media. Kalau mau tahu lagi sebelum hari kelahiran tiba apakah janin yang sedang berkembang itu betul sehat, atau mau tahu jenis kelaminnya apa, ya biasanya mesin USG dipakai untuk mendapatkan citra USG dari kondisi rahim si ibu dan janin yang ada di dalamnya (termasuk jenis kelaminnya yang tidak selalu tepat ditafsir seorang dokter kandungan atau ginekolog) yang akan berkembang bertahap untuk akhirnya, setelah 9 bulan ada dalam rahim, dilahirkan.

Kalau sang suami ragu bahwa bayi yang sudah memberojol keluar dari liang rahim isterinya betul darah dagingnya sendiri, ya test yang jauh lebih rumit dan berbiaya mahal, yakni test DNA, harus dijalankan, dengan harapan rumahtangga pasangan suami-isteri ini tidak akan hancur apapun hasil test DNA-nya.

Nah, kristologi bukan biologi, bukan ginekologi, bukan ilmu kedokteran kandungan, juga bukan ilmu kebidanan, juga bukan genetika.


Bayi Yesus Papua dilahirkan. Dilawat oleh seekor babi hutan, burung unta, para pria Papua, lengkap dengan gendang dan tombak Papua, dan juga perempuan yang tidak ber-BH, dan beberapa perempuan lain, yang masing-masing mengenakan mahkota bulu burung yang indah. Bunda Maria Papua sendiri mengenakan rok merang.

Biologi dan ginekologi dan genetika itu sains, ilmu pengetahuan empiris; orang-orang yang mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu ini, dan biasanya sudah menyelesaikan studi doktor lalu meraih gelar akademik Ph.D. (doctor of philosophy), disebut sebagai ilmuwan atau saintis.

Gelar Ph.D. sendiri tidak tunggal. Ada Ph.D. di bidang fisika, di bidang kimia, di bidang kosmologi, di bidang matematika, dst di bidang-bidang ilmu lain yang lazimnya digolongkan sebagai IPA atau natural sciences. Tapi ada juga Ph.D. di luar bidang-bidang keilmuwan yang sudah disebutkan itu.

Universitas-universitas di luar negeri yang punya fakultas teologi atau fakultas kajian lintasilmu terhadap agama juga ada yang memberi gelar Ph.D. kepada mahasiswa yang studi di situ dan sudah menyelesaikan studi doktor mereka dalam rentang waktu 4 hingga 6 tahun, dengan puncaknya menulis sebuah karya ilmiah besar dan orisinal yang disebut disertasi dan harus mampu mempertahankannya di hadapan para mahaguru penguji.

Tetapi gelar Ph.D. bukan sebuah penjamin bahwa para penyandangnya adalah ilmuwan atau saintis. Banyak penyandang gelar Ph.D. akademik sebetulnya cuma pantas bekerja di perusahaan PHD, Pizza Hut Delivery, bagian pengantaran pesanan

Nah, para sarjana Kristen yang bergelar Ph.D. setelah mereka menyelesaikan studi doktoral mereka di luar negeri, misalnya di bidang kristologi, tidak disebut sebagai “scientists” (para ilmuwan), tapi sebagai “scholars”, yaitu kalangan yang “terpelajar” karena telah menamatkan sekolah mereka hingga jenjang stratum 3.

Nah, para pelajar yang telah mendalami kristologi dan berhasil memperoleh gelar Ph.D. ini, yang lazim juga disebut sebagai para kristolog (para ahli kristologi), tentu tahu betul bahwa “kristologi” (dibentuk dari dua kata Yunani “khristos” dan “logos”) itu adalah ajaran atau doktrin ideologis tentang Yesus Kristus: siapa Yesus, dan apa makna, arti, tujuan dan maksud kehidupan Yesus, bagaimana hubungan Yesus dengan Allah, manusia dan dunia ini harus diungkap dan dibahasakan, di masa lalu, bagi masa kini dan untuk masa depan, dll.

Kristologi dibangun tidak lewat mikroskop, tidak lewat biologi, tidak lewat test kehamilan, tidak lewat ginekologi, tidak via genetika, tidak memakai ilmu kodekteran, ilmu kandungan dan kebidanan. Kristologi adalah ungkapan lewat bahasa insani tentang siapa, apa dan bagaimana Yesus Kristus itu, yang berisi cinta, pemujaan, penyembahan, kepercayaan, keyakinan, pengakuan, kerinduan, harapan, gelora komitmen, dan tafakur atau refleksi yang tak pernah habis terhadap Yesus Kristus.

Pada waktu kristologi dirumuskan, rumusannya dapat memakai wadah jenis sastra apapun (misalnya kisah-kisah yang dikenal sebagai injil, kumpulan ucapan-ucapannya, atau himpunan riwayat tindakan dan perbuatannya, metafora linguistik, dan juga lewat berbagai wujud karya senibudaya, dll).

Ketika disusun, setiap penyusun kristologi perdana dengan bebas memakai dan neminjam banyak hal dari sastra-sastra lain yang lazim ditemukan dan digunakan di dunia pagan Laut Tengah kuno dalam abad-abad pertama M di berbagai kawasan yang memiliki kekhasan dan persoalan sosiokuktural, sosiofilosofis, sosioantropologis dan sosiopolitis sendiri-sendiri.

Alhasil, kristologi itu tidak satu meskipun sosok Yesus orang Nazareth sebagai sosok sejarah cuma ada satu. Ada banyak kristologi, dan hingga di abad ke-21 ini kristologi-kristologi yang baru terus disusun dan dikiprahkan di sangat banyak tempat dan di era yang berbeda.

Itulah kekuatan kristologi-kristologi Kristen sedunia: tidak dikurung di masa kelahiran kekistenan dan tidak dipasung di Timteng kuno dan di kawasan Laut Tengah zaman kuno. Tetapi terus-menerus Yesus Kristus dibuat lahir kembali dalam palungan-palungan masyarakat-masyarakat dan bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa yang berbeda-beda dari satu zaman ke zaman lain, dari satu kawasan ke kawasan lain.

Kristologi Natal adalah salah satu saja dari beranekaragam kristologi lain yang ada dalam Alkitab Perjanjian Baru. Kisah kristologis Natal hanya ada dalam Injil Matius dan Injil Lukas, dan kisah-kisah Natal dalam dua injil ini tidak sama. Penulis Injil Markus sebagai injil tertua (ditulis tahun 70 M) tidak merasa perlu memuat kisah Natal, berbeda dari penulis Injil Matius dan penulis Injil Lukas (keduanya ditulis sekitar tahun 80-85 M). Penulis injil yang keempat, Injil Yohanes, juga tidak memuat kisah kelahiran Yesus di dalam injilnya, dan sebagai gantinya injil ini dibuka dengan kisah protologis, yaitu kisah iman tentang hal-hal yang ada “pada mulanya”.

Ada banyak kristologi, sejak zaman Perjanjian Baru ditulis, hingga abad ke-21. Semuanya bukan biologi, bukan ginekologi, bukan genetika, bukan sejarah murni.

Ketika diberitakan dalam kisah-kisah Natal Perjanjian Baru bahwa Bunda Maria mengandung janin Yesus meskipun dia tidak punya seorang suami, kisah-kisah ini sama sekali bukan catatan-catatan medis seorang dokter kandungan atau ginekolog atau ibu bidan tentang Bunda Maria. Kisah-kisah itu adalah kristologi yang pesannya jelas betul (dan tidak asing bagi orang yang hidup di Laut Tengah kuno pada abad-abad pertama M): Yesus sejak dikandung adalah sosok yang suci. Yesus ada dalam dunia karena Allah, bukan manusia, yang berinisiatif, dus Yesus berasal dari Tuhan Allah.

Memakai ungkapan prolog Injil Yohanes, dipesankan bahwa Yesus berasal dari surga, yang dari kebersamaannya dengan Allah di surga sejak “pada mulanya”, Yesus datang atau turun ke dalam dunia sebagai Sang Kalam (Yunani: ho logos) yang menjelma atau menitis sebagai manusia, “menjadi daging” (Yunani: sarks egeneto).

Sekali lagi, itu adalah bahasa teologis atau lebih tepat METAFORA TEOLOGIS, yang berfungsi untuk menghubungkan kawasan surga dengan kawasan dunia insani, lewat roh kudus via Bunda Maria atau lewat Sang Kalam yang menjelma. Metafora itu artinya wadah sastra yang membawa orang dari satu kawasan pindah ke kawasan lain. Dalam metafora teologis, ditemukan bukan terminologi biologis atau ginekologis atau genetis.

Dalam menyusun metafora teologis ini, tak ada pikiran sama sekali dulu dan kini, bahwa Allah hamil, atau Allah membuntingi Bunda Maria, dan juga tidak pernah ada pertanyaan yang ganjil bahwa jikalau Tuhan hamil untuk melahirkan Anak Tuhan, maka siapa bidannya.

Akhirulkalam, runyam, runyam jadinya, ketika pertanyaan di atas yang ganjil itu dilontar ke publik oleh seseorang yang sangat tampak tidak memahami karakteristik esensial semua metafora teologis. Belajar lagi deh hingga ke negeri China, malah hingga ke dunia antarbintang.

7 Januari 2017

Salam, 

Di musim salju dingin
Meski dingin membeku 
hati dan akalku hangat kuku
sehangat es krim Dairy Queen

ioanes rakhmat