Saturday, July 2, 2016

Apa teologimu, Pak? Liberal, bukan?


APA TEOLOGIMU, PAK? LIBERAL, BUKAN?

Jawab saya:

Oh saya sekarang fokus pada ilmu pengetahuan banyak bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan terbukti banyak menolong manusia dan meringankan bahkan menaklukkan penderitaan.

Saya memandang ilmu pengetahuan sebagai sebuah jalan mulia menuju Tuhan yang mahatahu. Ilmu pengetahuan membuat saya dekat pada Tuhan yang tanpa batas. Boleh dikata, ini juga sebuah teologi, persisnya sebuah metode berteologi saya.

Sebaliknya, teologi-teologi umumnya lebih sering memecah belah umat manusia, membuat mereka saling menyerang dan membantai. Saling menista dan mengutuk. Bukan makin mendekatkan manusia pada Tuhan yang pengasih dan penyayang, teologi malah menjauhkan mereka dari Tuhan. Ini sebuah ironi yang real. Ironi yang muncul dari teologi yang buruk dan barbar.

Tapi, saya masih mau juga menghayati sebuah teologi yang bagus. Yakni teologi sosial. Kenapa teologi sosial?

Sebab Allah itu bagi saya Allah yang berwatak sosial: mau bersahabat dengan semua Allah lain yang agung, mau membangun masyarakat, baik hati dan murah hati kepada semua manusia dan segala organisme sadar lain, mau solider dengan manusia yang sedang menderita, mau berbagi, empatis, mau peduli, dan mau menolong siapapun yang sedang dalam kesusahan dan kesulitan.

Allah itu sunyi, sendiri, unik, tapi juga ramai, relasional, dan berdua, bertiga, berempat, berlima dan seterusnya. Dia ada di puncak tertinggi Mount Everest, bertapa, sunyi, sepi, sendirian, tapi dia juga ada di pasar-pasar tradisional yang becek, ramai, padat, kumuh, bising dan riuh. Ikut berbelanja sekilo garam, sebuah lampu tempel, sekaleng ragi, lima ketul roti dan dua ekor ikan.

Itulah teologi saya. Teologi sosial. Simpel saja.

Jakarta, 2 Juli 2016
Sang Sunyi