Saturday, February 18, 2017

Ketika agama disamakan dengan Tuhan, apa yang akan terjadi?

Kita semua tahu, dalam pandangan para radikalis semua agama, agama mereka sangat agung, bahkan mereka menyamakan agama mereka dengan Tuhan sendiri. Apa yang akan timbul, jika suatu agama dipertuhan, di-ilahi-sasi, di-deifikasi? Mari kita cari jawabannya.

Tuhan itu dipercaya mahasempurna, mahatakterbatas, mahatahu, mahamencipta, mahasegalanya. Dus, jika Tuhan begitu, ya Tuhan tidak bisa dikritik. Sekalipun dikritik, ya tidak pernah Tuhan, setahu saya, menjawab kritikan itu. Tuhan juga, setahu saya lagi, tidak pernah dengan tangan dan akalnya sendiri menulis sebuah makalah (seperempat halaman sekalipun) untuk menanggapi dengan cerdas kritik kepadanya. Tuhan hanya diam saja. Entah kenapa. Mungkin anda tahu jawabannya.

Nah, kalau agama sudah disamakan dengan Tuhan, itulah juga yang akan terjadi: pemeluknya, khususnya para pemuka mereka yang menjalankan agama yang sempurna, jadi kebal kritik bahkan antikritik, dan lebih jauh lagi benci kritik. Sebab bagi mereka, dalam agama mereka yang sudah disetarakan dengan Tuhan, tidak ada kesalahan dan kekurangan apapun, sudah sempurna. Absolut sempurna. Bagi mereka, dari ujung dunia yang satu ke ujung yang lainnya (jika dunia memang datar, ada ujungnya), hanya orang yang sempurna yang dapat sungguh-sungguh menjadi para penganut dan penjaga agama-agama yang sempurna. Ada yang bilang, itulah delusi; tapi ada juga yang yakin, itulah hidup beriman yang paling tangguh.

Akibatnya, sosok-sosok yang berbicara mewakili agama-agama yang sudah dipertuhan, khususnya, dipercaya oleh umat masing-masing sebagai sosok-sosok ilahi. Atau sosok tigaperempat dewa dan seperempat manusia. Dus, mereka juga tidak mungkin salah dalam ucapan, kehendak, pikiran dan perbuatan. Jadi, jika sebuah agama dipertuhan, konsekwensi umumnya adalah: pemimpin tertinggi agama ini juga dipertuhan. Lebih jauh lagi, membela sosok-sosok pemimpin radikalis yang diilahikan dan membela agama-agama kalangan radikal disamakan dengan membela Tuhan.


Dua telunjuk ini tidak pernah sama!

Ketika hal itu terjadi, iman kepada Tuhan pun tidak diperlukan lagi, lenyap, sebab yang diimani bukan lagi Tuhan yang tidak kelihatan, tetapi sosok ragawi diri mereka sendiri yang sudah disetarakan dengan Tuhan. Kita tidak perlu beriman kepada hal yang kelihatan. Iman kepada Tuhan diperlukan karena Tuhan tidak kelihatan.

Jadi, para radikalis yang mengklaim diri paling beriman di seluruh jagat raya, justru adalah orang-orang yang paling tidak beriman. Para radikalis itulah infidels seasli-aslinya.

Mereka juga tidak bisa lagi melihat bahwa telunjuk Tuhan bukanlah telunjuk mereka, dan juga sebaliknya. Dua telunjuk ini tidak akan pernah sama. Yang satu insani, frail; yang lainnya ilahi, great. Runyamnya, dengan telunjuk insani mereka sendiri yang mereka yakini sama dengan telunjuk Tuhan sendiri, mereka menuding, menggempur, mencaci dan menghakimi semua orang lain di luar diri mereka. Bersikap waspada terhadap telunjuk semacam ini, tidak diperlukan mereka dan umat mereka.

Nah, ketika tahap ilahisasi atau deifikasi agama sudah masuk ke sikon seperti itu, apapun yang umat dan para pemimpin mereka katakan dan lakukan atas nama agama mereka, ya mereka yakini tidak mungkin salah, tidak mungkin tidak cocok, tidak mungkin keliru, tidak mungkin meleset. Pasti betul. Mutlak betul. Tidak mungkin ada lubang-lubang cacat dan kontaminasi. Tidak boleh ditampik. Tidak boleh dilawan.

Nah ketika sikon itu muncul, proses degeneratif terjadi: agama mulai masuk ke tahap proses penuaan, pengeroposan, pembusukan, lalu ya akhirnya akan mati.

Para radikalis agama apapun tidak bisa dan tidak mampu berpikir seperti itu. Tapi fakta menunjukkan hal itu yang sedang terjadi:

• Para radikalis dalam semua agama bertempur berat dan sengit satu sama lain untuk memperebutkan supremasi tunggal di muka Bumi, dengan hasil peradaban mereka sendiri luluh-lantak, menjadi puing, oleh mereka sendiri. Darah mengalir. Tulang dan daging berserakan. Ratapan terdengar di mana-mana. Anak-anak telanjang dan ceking, berwajah cekung. Kelaparan. Azab menjadi Tuhan pengganti.

• Mereka memusuhi iptek modern yang terus berkembang pesat ke depan, makin hebat dan menakjubkan justru karena dikritik, dievaluasi lalu dikoreksi, dan kini sedang meresapi dan mengendalikan semua bidang kehidupan, dari yang lokal personal hingga yang global sosial.

Iptek modern mereka benci dan musuhi, dan, lewat para apologet kalangan radikal, mereka serang habis-habisan (dan, tentu saja, dengan naif) karena, menurut mereka, iptek modern bertentangan dan melawan pesan-pesan teks-teks kitab-kitab suci mereka yang sudah mendalilkan ihwal asal-usul dari segala yang ada, dan sudah menggariskan ihwal bagaimana dan kemana dunia, kehidupan dan semua fenomena alam akan bergerak dan harus dipahami.

Padahal, sesuai dengan sifat kemahatahuan Tuhan, ilmu pengetahuan, dan aplikasi teknisnya dalam wujud anekaragam teknologi, adalah juga jalan mulia menuju Tuhan YMTahu. Tuhan Yang Mahatahu tidak mungkin takut terhadap iptek; dus, mustahil juga Tuhan YMTahu memerangi dan ingin melenyapkan iptek modern yang terus berkembang tanpa batas, memasuki dunia kemahatahuan Tuhan tahap demi tahap, tanpa titik ujung, tanpa batas akhir.

Mereka pasti bertanya: Apakah betul, ilmu pengetahuan dikehendaki Allah ada dalam dunia dan dipakainya? Jawab saya: Sudah pasti karena minimal dua alasan.

Pertama, Tuhan memberi manusia akal budi yang membuat manusia jadi cerdas. Dengan kecerdasan pemberian Tuhan ini, manusia membangun metode-metode riset dalam usaha memahami dan mendeskripsikan segala fenomena alam dan membuat prediksi-prediksi ke depan dalam koridor pengetahuan yang sudah ada. Alhasil, ilmu pengetahuan lahir dan terus berkembang dan makin maju.

Kedua, jelas kita lihat dan jujur kita akui bahwa ilmu pengetahuan dan aplikasinya yang berupa teknologi sudah dan sedang banyak membantu manusia untuk hidup lebih maju, lebih sehat, lebih bahagia, lebih tegar, dan berhasil mengalahkan berbagai penyakit.

Iptek membuat hidup kita lebih mudah, membantu kita untuk mengatasi banyak penderitaan, melawan dan mengatasi berbagai bencana alam, menyelidiki hal-hal yang semula kita tidak pahami sehingga membuat kita paham alhasil pengetahuan kita bertambah, mencari dan mengolah sumber-sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. 

Dan, ini sangat penting, ilmu pengetahuan juga menawarkan nilai-nilai kehidupan yang agung, misalnya, makin kuat menumbuhkan rasa ingin tahu, mendorong orang untuk berprestasi, untuk menyelidiki segala fenomena untuk menemukan jawaban-jawaban, untuk memelihara dan mempertahankan kehidupan, dan untuk selalu bersikap jujur, ksatria, objektif dan terbuka pada fakta.

Pendek kata, jika kebahagiaan, kesejahteraan, kehidupan yang sehat, bermakna dan baik, lingkungan kehidupan yang bersih, daya tahan untuk hidup, mencintai kehidupan, dan berjiwa ksatria, adalah tujuan adanya agama-agama untuk umat manusia, maka sekarang ini tujuan-tujuan itu, bahkan tujuan-tujuan lain yang lebih jauh, sudah dicapai lewat iptek.

Nah, jika demikian halnya, mengapa orang yang beragama harus menolak iptek? Mustinya, semakin dalam seseorang menghayati agamanya, semakin cinta dia pada ilmu pengetahuan. Bukankah penolakan terhadap iptek oleh orang yang beragama, dengan demikian, harus dilihat sebagai suatu perlawanan kepada Tuhan YMTahu?

• Karena menolak iptek, akibatnya adalah para radikalis semua agama makin lama makin tersingkir, lalu mendiami emper-emper bangunan peradaban modern, kekurangan makan dan minum, tidak bisa tidur lelap, kedinginan, dan rentan berbagai penyakit. Atau hidup di bantaran-bantaran sungai-sungai iptek modern yang airnya tinggi dan deras mengalir, menerjang segala penghambat. Lalu mereka hanyut dilahap terjangan air, dan jasad mereka tidak berhasil ditemukan.

• Mereka akhirnya nekad melawan modernitas yang dibangun di atas iptek modern, bahkan mereka memerangi dengan kekerasan peradaban dan kehidupan modern yang sudah sangat tangguh dan siap menghadapi gempuran nekad mereka. Mereka tidak bisa menerima penemuan teologis bahwa iptek modern adalah bagian dari dunia kemahatahuan Tuhan yang sudah dan sedang ditemukan dan disibak sedikit demi sedikit oleh para ilmuwan.

Dus, para ilmuwan, entah beragama atau tidak beragama, juga adalah para pelayan Tuhan YMTahu. Pengetahuan ini menakjubkan; tapi bagi para radikalis religius dalam semua agama, tentu saja itu pengetahuan yang sangat menakutkan.

• Muaranya: para radikalis makin dibenci dan dimusuhi oleh dunia yang beradab dan menolak kekerasan, lalu mereka kalah perang, atau tragisnya akhirnya membunuh diri sendiri karena mereka melihat kehidupan sekarang di muka Bumi tidak memihak mereka lagi, atau dipersepsi mereka sebagai dunia yang sedang dikuasai setan-setan, musuh Tuhan mereka.

Jika tidak ada jalan lain dalam perjuangan mereka selain kematian, maka kematian dalam membela agama, dan dalam membela sosok-sosok pemimpin mereka yang diilahikan, disamakan begitu saja dengan kematian demi Tuhan.

Tragisnya dan betapa memalukannya adalah fakta berikut ini. Pada satu sisi, mereka menolak sainstek modern yang dipandang mereka sebagai produk setan-setan besar Barat, dajjal-dajjal, dan juga menampik keras modernitas lalu memilih pandangan dunia atau worldview dan cara hidup yang berlaku di zaman-zaman yang sudah sangat lampau.

Tapi, pada sisi lain, dalam melawan peradaban maju yang dibangun di atas sainstek modern, mereka memakai semua produk peradaban modern. Mulai dari persenjataan berat perang modern, teknologi komunikasi dan informasi modern, transportasi modern, hingga ke minuman kemasan dan makanan cepat saji produk modern.

Menolak modernitas, tapi juga menghamba pada modernitas. Jiwa yang semacam apakah yang membuat mereka dapat hidup anteng di dalam dua dunia sekaligus, yang berbenturan satu sama lain, dunia oxymoronik? Ya, jiwa yang porak-poranda!

Jadi jelas, jika agama apapun sudah disetarakan dengan Tuhan, hasilnya bukan keagungan, perdamaian, dan keabadian, tapi kemerosotan, kekerdilan, kemunafikan, permusuhan, perang, lalu menyusul kepunahan. Ya punah bertahap, lewat proses degenerasi, proses penuaan gradual yang makin membuat tubuh renta, ringkih, keropos, tidak berdaya, akhirnya mati. Pendek kata: petaka datang!

Tuhan sudah ingatkan: Jangan ada allah lain di hadapan Allah YMTahu. Jangan menyamakan makhluk apapun, baik yang berwujud ragawi maupun yang berupa ide atau ideologi, dengan Tuhan YMTahu dan YMKuasa!

Tuhan sudah tahu apa akibatnya pada suatu agama jika agama ini dipertuhan. Kenapa peringatan Tuhan YME ini suka sekali diabaikan dan disingkirkan justru oleh orang-orang yang mengklaim diri paling dekat dengan Tuhan?

Orang yang di dalamnya Tuhan berdiam sunyi dan tenang, malah menemukan dirinya jauh dari Tuhan. Dekat yang jauh, dan jauh yang dekat.

Orang yang berkoar-koar garang bahwa mereka tahu segala hal tentang Tuhan, justru tidak mengenal Tuhan.

Orang yang terdiam luluh di bawah kaki Tuhan, justru memandang wajah Tuhan dan mengenalnya.

Selanjutnya, mari kita dengarkan the silence of sound supaya ketidaktahuan kita berakhir.


Jakarta, 18 Februari 2017

Salam, 
ioanes rakhmat